Tinjauan Apakah Iman Naik dan Turun

Sebagai seorang muslim, kita diwajibkan untuk beriman kepada Allah swt. Baik itu meyakini dalam hati dan diucapkan dengan lisan, serta membuktikannya dengan perbuatan. Yakni menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.

Lalu apakah iman seseorang itu bisa naik dan turun? Bagaimana penjelasan mengenai hal ini dari segi pandangan Islam? Nah! Untuk lebih jelasnya mengenai hal ini, mari kita simak ulasan artikel berikut yang dilengkapi dengan dalil Al Qur’an dan hadist.

Beriman kepada-Nya, foto: unsplash.com
Beriman kepada-Nya, foto: unsplash.com

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.

Saya mohon jawaban atas pertanyaan saya yaitu “apakah iman itu bertambah dan berkurang?” dan saya ingin menambahkan pertanyaan lain sebagai ikutan: “apakah iman berbeda-beda tingkatnya antara satu mukmin dengan mukmin lainnya?”

Jawaban:

Wa ‘alaikum as-salam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Iman adalah pembenaran yang pasti sesuai dengan fakta berdasarkan dalil (at-tashdîq al-jâzim muthâbiq li al-wâqi’ ‘an dalîl). Dan pembenaran yang pasti (at-tashdîq al-jâzim) berarti keyakinan yang pasti yang tidak mengandung rayb (keraguan) dan tidak dimasuki syakk (kebimbangan).

Ini adalah makna iman itu sendiri secara bahasa yakni pembenaran yang pasti (at-tashdîq al-jâzim). Sesuai dengan fakta artinya bahwa fakta-fakta yang terindera membenarkannya dan tidak menentangnya. Dan hingga pembenaran yang pasti itu sesuai fakta maka harus berangkat dari dalil yang dipastikan kebenarannya, baik apakah dalil ini berupa dalil aqli ataupun dalil naqli.

Berupa dalil aqli (rasional) yakni hasil pembahasan rasional (aqliy) pada fakta-fakta yang terindera seperti pembahasan pada makhluk-makhluk yang terindera untuk berargumentasi bahwa Allah SWT adalah Penciptanya. Atau dengan membahas kalamullah yang telah diturunkan –al-Quran al-karim- untuk berargumentasi bahwa al-Quran itu adalah kalamullah SWT dan bukan ucapan manusia. Dan berikutnya berargumentasi bahwa Muhammad yang datang membawa kalamullah itu adalah rasul dari sisi Allah.

Al Qur'an adalah kalamulLah yang berisi firman Allah swt sebagai petunjuk, foto: unsplash.com
Al Qur’an adalah kalamulLah yang berisi firman Allah swt sebagai petunjuk, foto: unsplash.com

Atau dalil itu berupa dalil naqli yakni melalui penukilan yang dipastikan berasal dari Allah SWT di dalam kitab-Nya yang mulia atau berasal dari Rasul-Nya saw dalam haditsnya yang mutawatir berasal dari beliau saw. Hal itu seperti iman terhadap hal-hal ghaib, para malaikat, kitab-kitab yang diturunkan sebelum al-Quran, nabi-nabi terdahulu, Hari Akhir dan al-Qadar baik dan buruknya. 

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (TQS an-Nisa’ [4]: 136)

Baca Juga: Kedudukan Akal Dalam Islam vs Kebenaran Dalil Al Quran dan Hadist

Dan Rasulullah SAW bersabda dalam hadits Muslim dari Abdullah bin Umar, ia berkata: bapakku Umar ibn al-Khaththab telah menceritakan hadits kepadaku, ia berkata: sementara kami bersama Rasulullah SAW pada suatu hari, ketika datang seorang laki-laki yang sangat putih pakaiannya, hitam legam rambutnya … dan laki-laki itu berkata:

يَا مُحَمَّدُ… فَأَخْبِرْنِي عَنِ الْإِيمَانِ، قَالَ: «أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ»… ثُمَّ قَالَ لِي: «يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ؟» قُلْتُ: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ»

Ya Muhammad  … beritahu aku tentang iman. Rasul menjawab: “engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan engkau beriman kepada al-Qadar baik dan buruknya …  Kemudian Rasulullah saw bersabda kepadaku: “ya Umar tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi?” Aku katakan: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau bersabda: “sesungguhnya dia adalah Jibril datang kepada kalian mengajarkan kepada kalian agama kalian”.

Salah satu bukit beriman menjalani segala perintahNya dan menjauhi larangaNnya, foto: unsplash.com
Salah satu bukit beriman menjalani segala perintahNya dan menjauhi larangaNnya, foto: unsplash.com

Inilah iman. Dan dengan makna ini, iman itu lawan dari kufur. Selain orang mukmin adalah orang kafir secara pasti dan tidak ada setengah mukmin setengah kafir.

Allah SWT berfirman tentang kontradiksi iman dengan kufur:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلًا

Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?”. (TQS al-Baqarah [2]: 26)

Allah SWT berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْكُفْرَ بِالْإِيمَانِ لَنْ يَضُرُّوا اللَّهَ شَيْئًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang menukar iman dengan kekafiran, sekali-kali mereka tidak dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun; dan bagi mereka azab yang pedih. (TQS Ali Imran [3]: 177)

Allah SWT juga berfirman:

وَلَكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ وَمِنْهُمْ مَنْ كَفَرَ

Akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. (TQS al-Baqarah [2]: 253)

Dan ayat-ayat yang lain masih banyak tentang berlawanannya iman dan kufur.

Sujud salah satu rukun shalat, foto: unsplash.com
Sujud salah satu rukun shalat, foto: unsplash.com

Dan iman dengan makna yang telah kami sebutkan yaitu pembenaran yang pasti sesuai dengan fakta dan berdasarkan dalil, makna ini tidak bertambah dan tidak berkurang sebab ia merupakan pembenaran yang pasti. Dan jazmu (pasti) itu tidak terjadi kecuali penuh.

Jadi tidak ada iman dengan kadar 90% kemudian bertambah menjadi 95% atau 100%. Juga tidak ada iman 100% kemudian berkurang menjadi 95% atau 90%. Sebab kekurangan itu berarti tidak pasti (‘adamu jazmi), yakni syakk (bimbang) dan rayb (ragu) dan ketika itu tidak menjadi iman akan tetapi kufur.

Dan hingga gambaran itu menjadi jelas kami katakan:

Bertambah dan berkurang menurut bahasa termasuk lafaz musytarak. Ia bermakna pertambahan yang bersifat batasan marjinal yakni dalam hal luas dan ukuran, dan juga bermakna kekuatan dan kelemahan. Dan qarinahlah yang menentukan makna yang dimaksudkan diantara kedua makna itu. Jika pertambahan dan pengurangan itu dikaitkan dengan iman maka dalalahnya (konotasinya) adalah dari sisi kekuatan dan kelemahan, sebab pembenaran yang pasti (at-tashdîq al-jâzim) tidak boleh disertai pertambahan marjinal atau pengurangan marjinal.

Seorang muslim memandangi keindahan masjid, foto: unsplash.com
Seorang muslim memandangi keindahan masjid, foto: unsplash.com

Atas dasar itulah ayat-ayat berikut dipahami:

الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. (TQS Ali Imran [3]: 173)

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (TQS al-Anfal [8]: 2)

وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الْأَحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا

Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. (TQS al-Ahzab [33]: 22)

Masjid sebagai tempat ibadah bagi kaum muslim, foto: unsplash.com
Masjid sebagai tempat ibadah bagi kaum muslim, foto: unsplash.com

Yakni bahwa orang-orang yang beriman itu keimanan mereka kuat dan kokoh disebabkan perkara-perkara yang dijelaskan oleh Allah SWT di dalam ayat-ayat tersebut. Artinya bahwa iman meningkat dan berkurang dengan ketaatan dan kedisiplinan terhadap hukum-hukum syara’ dan rasa takut kepada Allah dan jihad di jalan-Nya …

Semua itu sebab, iman dengan makna yang telah kami jelaskan yaitu pembenaran yang pasti sesuai dengan fakta dan berdasarkan dalil, tidak benar disertai pertambahan atau pengurangan dengan makna yang marjinal (batas). Jika tidak, niscaya menjadi tidak pasti dan berubah menjadi syakk dan rayb dan menjadi kekufuran.

Penting disebutkan bahwa iman ketika disebutkan tanpa disertai qarinah maka konotasinya adalah makna yang telah disebutkan itu. Dan jika dinyatakan bukan dengan makna ini maka qarinah lah yang menjelaskannya. Misalnya:

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ

Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.(TQS al-Baqarah [2]: 143)

Muslimah, foto: unsplash.com
Muslimah, foto: unsplash.com

Artinya adalah shalat kalian sebab kaum Muslimin pasca dialihkannya kiblat diturunkan ayat berikut:

وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (TQS al-Baqarah [2]: 143)

Ayat tersebut untuk menenteramkan kaum Muslimin bahwa shalat mereka terdahulu ke arah kiblat yang pertama diterima dan untuk mereka pahala mereka.

Misal yang lain hadits Rasulullah saw yang dikeluarkan oleh an-Nasai dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

«الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً، أَفْضَلُهَا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَوْضَعُهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ»

Iman itu tujuh puluh lebih cabang, yang paling afdhal lâ ilaha illa Allâh, dan yang paling rendah menyingkirkan duri dari jalan

Muslimah dalam berpakaian, foto: unsplash.com
Muslimah dalam berpakaian, foto: unsplash.com

Sudah diketahui bersama bahwa tidak menyingkirkan duri dari jalan tidak membuat orang sebagai kafir. Oleh karena itu iman yang dimaksud di sini bermakna ketaatan kepada Allah secara umum.

Kami memohon kepada Allah agar hati kita tenteram dengan iman dan agar dalam ucapan dan amal kita, kita berpegang kepada hukum-hukum Islam. Juga agar Allah SWT mengumpulkan kita bersama orang-orang yang dikaruniai kenikmatan diantara para nabi, ash-shiddiqûn, para syuhada’ dan orang-orang shalih dan mereka adalah teman yang sebaik-baiknya.

Saudaramu

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

18 Sya’ban 1434 / 27 Juni 2013


Terimakasih sudah membaca artikel yang berjudul “Tinjauan Apakah Iman Naik dan Turun”. Kami dari anaksholeh.net telah menambahkan gambar, link, featured image, perbaikan alenia, perbaikan pada judul dan pemberian pembuka serta penutup agar lebih menarik. Jika artikel ini dirasa bermanfaat, silahkan share melalui sosial media.

Catatan kaki:

Sumber : (Rangkaian Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim ‘Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir Atas Berbagai Pertanyaan di Akun Facebook Beliau)

Jawaban Pertanyaan: Apakah Iman Naik dan Turun? kepada al-Watsiq bi Nashrillah