Pembaca Muslim yang dirahmati oleh Allah SWT. Pengumpulan hadits merupakan inovasi penting yang lahir dari pemahaman ulama‘ salaf. Dalam upaya melestarikan keberadaan hadits ini mereka mengklasifikasikan hadits. Salah satu klasifikasinya adalah hadits masyhur. Bagaimana definisinya? Simak tulisan berikut.
==========
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Saya punya pertanyaan yang ingin saya ajukan kepada al-‘alim al-fadhil hafazhahullah. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan kitab asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyan juz iii.
Pertanyaan seputar topik hadits masyhur, dimana definisi di dalam cetakan kedua: “(hadits masyhur) adalah apa yang diriwayatkan oleh sejumlah orang dari sahabat yang tidak sampai batas tawatur, kemudian menjadi tawatur pada masa tabi’un dan tabi’ut tabi’in.” Kemudian di cetakan ketiga diubah: “(hadits masyhur) adalah riwayat yang dinukilkan oleh lebih dari tiga orang pada semua tingkatannya, tetapi tidak sampai batas at-tawatur.” Yang rancu bagi saya di sini adalah penjelasan kelanjutannya setelah definisi tersebut. Demikian juga contoh yang dipaparkan untuk hadits masyhur menurut apa yang sesuai dengan definisi cetakan kedua. Yaitu penjelasan dan penggambaran definisi sebelumnya dan bukan untuk definisi yang baru. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik kepada Anda dan semoga Allah memberkahi Anda.
Jawab:
Wa ‘alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Terkait definisi hadits masyhur:
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, saya sebutkan hal berikut untuk pengetahuan dan pendahulan untuk jawaban:
- Sebelumnya telah ada yang bertanya kepada kami tentang definisi hadits masyhur yang ada di kitab kami, dan bahwa ada beberapa perbedaan … Kami telah menjawab pertanyaan ini sebagai berikut:
Kami katakan di asy-Syakhshiyah juz iii:
- Halaman 80 pada topik hadits: “dan jika dinukilkan oleh sekelompok orang tabi’u at-tabi’in dari sekelompok orang tabi’un dari satu orang atau lebih sahabat, jumlah mereka tidak sampai batas at-tawatur, maka itu (hadits) masyhur…”
- Di halaman 83 kitab yang sama tentang hadits masyhur: “hadits masyhur adalah hadits yang dinukilkan oleh lebih dari tiga orang pada semua thabaqat tetapi tidak mencapai batas at-tawatur”.
Dua definisi ini juga telah kami sebutkan di asy-Syakhshiyah juz i.
Kedua definisi itu benar:
Yang pertama adalah untuk ulama hanafi. Mereka tidak mensyaratkan jumlah perawi hadits pada masa sahabat, akan tetapi cukup satu orang atau lebih, akan tetapi mereka mensyaratkan jumlah tersebut pada masa tabi’un dan tabi’u at-tabi’in, artinya tawatur dari sekelompok orang (jamaah) dan terkenal .
Yang kedua (definisi) untuk jumhur khususnya menurut para ulama hadits. Mereka mensyaratkan jumlah pada tiga thabaqat “sahabat, tabi’un dan tabi’u at-tabi’in”. Meski ada perbedaan dalam hal jumlah (diantara mereka). Di antara mereka ada yang mensyaratkan pada setiap thabaqat lebih dari dua orang. Di antara mereka ada yang mensyaratkan lebih dari tiga orang…
Dan kami telah menyebutkan dua definisi itu di dalam buku kami, dan keduanya adalah definisi yang benar. Dan dengan begitu tidak perlu membuang salah satunya. Semua yang ada di situ, mungkin akan kami nisbatkan masing-masing definisi itu kepada pemiliknya jika kami memandang itu harus …)
- Dan sekarang kami menjawab apa yang Anda sebutkan di akhir pertanyaan yang membuat Anda rancu, yaitu tidak adanya perubahan penjelasan … Perhatian Anda itu pada tempatnya tetapi kami tidak mengubah penjelasan, akan tetapi saya ingin menarik perhatian Anda kepada masalah di dalam hadits masyhur, yaitu bahwa ada orang yang tidak mensifati hadits masyhur bahwa itu termasuk hadits ahad. Mereka mengatakan bahwa hadits masyhur memberi faedah zhan yang mendekati yakin. Maka kami fokuskan pada bahwa dalam semua keadaannya hadits masyhur adalah hadits ahad. Masalah itu ada kalanya zhan dan ada kalanya yakin, dan tidak ada yang ketiga. Jadi tidak ada sesuatu antara zhan dan yakin. Dan tidak ada sesuatu yang mendekati ini dan menjauhi ini. Karena itu ucapan ini (zhan mendekati yakin) tidak ada maknanya. Hadits masyhur memberi faedah zhan … Dan hingga seandainya tawatur pada masa at-tabi’un dan tabi’u at-tabi’in seperti yang didefinisikan oleh sebagian dari mereka, maka tidak menjadi mutawatir. Hal itu karena yang menjadi patokan at-tawatur adalah tawaturnya dari Rasul saw dan bukan hanya tawaturnya pada masa at-tabi’un dan tabi’u at-tabi’in. Masalah ini jelas di dalam penjelasan. Meski demikian, kami akan melihat apa yang akan terjdi dari sisi perubahan penjelasan (syarh) atau tetap seperti yang ada jika tidak berpengaruh pada masalah yang disebutkan.
Untuk diketahui bahwa persoalan dalam definisi yang tidak tegas untuk hadits masyhur itu muncul dari konotasi kata masyhur. Kemasyhuran hadits itu bergantung pada orang yang menilai kemasyhuran itu. Mungkin orang merasa tenteram kepada keterkenalan hadits dengan jumlah tertentu yang berbeda dengan jumlah yang diambil oleh orang lain dalam hal standar keterkenalan hadits. Hadits masyhur itu merupakan istilah di kalangan para mujtahid dan ahli hadits. Di dalamnya ada perbedaan beberapa hal seperti yang kami katakan sebelumnya dari sisi ketenangan kepada konotasi kemasyhuran hadits. Akan tetapi dalam semua kondisi itu maka hadits masyhur tetap masuk dalam hadits ahad meski hadits masyhur bisa memberikan ketenteraman lebih karena kemasyhurannya dan bertambah banyaknya jumlah orang yang menukilkannya.

Penting untuk disebutkan bahwa kemasyhuran dalam hadits adalah kemasyhurannya pada masa at-tabi’un dan tabi’ut at-tabi’in. Seandainya masyhur setelah dua masa itu maka tidak ada nilainya. Dan tidak disebut hadits masyhur jika terkenal di tengah orang setelah dua masa tersebut. Diantara hadits-hadits masyhur adalah sabda Rasul saw:
«إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّـيَّاتِ» أخرجه البخاري ومسلم
“Perbuatam itu tidak lain sesuai dengan niyatnya” (HR al-Bukhari dan Muslim)
- Dan penutup, meskipun pertanyaan Anda punya satu sisi dari kebenaran (ash-shihah), meski demikian Anda katakan di dalam pertanyaan pertama: “lalu apa pendapat Anda, semoga Allah memberi balasan yang lebih baik kepada Anda.” Dan Anda katakan di pertanyaan kedua, “dan yang membuat rancu saya di sini adalah penjelasan kelanjutannya…” … Sungguh menakjubkan saya, adab Anda dalam bertanya, kedalaman pemikiran dan kebaikan penelaahan terhadap apa yang ada di buku-buku kami. Maka semoga Allah memberikan berkah kepada Anda dan dengan Anda atas apa yang Allah telah memuliakan Anda berupa akal yang lurus dan ciptaan yang mulia. Semoga Allah senantiasa bersama Anda.
Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
19 Dzulqa’dah 1436 H
03 September 2015 M
Catatan :
Di soal-jawab aslinya ada dua pertanyaan. Kami sedikit edit dengan memisahkannya agar memudahkan pencarian berdasarkan tema pertanyaan.
==========
Demikian penjelasan tentang hadits masyhur. Silahkan share guna menebar manfaat!