Bagaimana Shalat Wanita yang Haid Tidak Teratur? (Studi Kasus)

Hukum fikih yang berkaitan dengan wanita haid perlu dipelajari dengan seksama. Karena berkaitan dengan berhenti dan mulainya hukum hukum lain seperti sholat dan berdiam diri di masjid saat haid. Dalam artikel ini, akan dibahas seputar waktu sholat manakala haid wanita tidak teratur. Seperti apa jawaban kasus fikih islam untuk wanita haid tersebut? Simak penjelasan artikel yang ada di bawah ini hingga akhir.


Soal:

Ustadz, saya mau bertanya berkaitan dengan masa haid dan masa istihadah. Akhir-akhir ini mengiringi kondisi tubuh saya yang memburuk, siklus haid saya juga tidak teratur. (Dan ada kelalaian saya, lupa hari apa saya dulu mengakhiri haid/mandi wajib), yang mengakibatkan saya sekarang jadi bimbang. Lebih jelasnya jadwal haid saya sebagai berikut :

BULAN MEI 2003                                                          BULAN JUNI 2003

M    Sn    Sl    Rb    Km    Jm      Sb                     M    Sn    Sl    Rb    Km     Jm       Sb

1       2       3                   1      2      3      4       5       6            7

4     5     6     7       8       9     10                    8      9     10    11     12     13      14

11    12   13    14     15     16    17                     15    16    17    18     19     20      21

18   19    20    21    22     23    24                    22    23    24    25     26     27     28

25   26    27    28     29     30    31                     29    30

Keterangan : yang dicetak tebal (bold) dan digaris bawah= haid.

Nah keterangannya Ustadz,  saya agak bimbang dulu mandi wajibnya tanggal 26 atau 27 Mei. Terus kemudian tanggal 11 Juni, darah keluar lagi dan hanya sekali, satu tetes. Dan pada saat itu saya memutuskan untuk tidak sholat. Dan tanggal 24 Juni ini darah keluar lagi seperti haid biasanya. Saya ragu pada tanggal 11 Juni itu haid atau istihadah ? Dan kemudian tanggal 24 Juni ini bagaimana ? Atas penjelasan Ustadz saya ucapkan jazakumullah khairan katsiran dan saya tunggu jawabannya secepatnya. (Anonim, Yogyakarta).

Jawab:

Kami akan menjawab lebih dahulu, tentang keraguan Anda, yaitu apakah Anda mandi wajib tanggal 26 atau 27 Mei. Berdasarkan data, Anda masih haid pada tanggal 26 Mei, dan berhenti haid tanggal 27 Mei. Jadi, kemungkinan Anda mandi wajib tanggal 27 Mei, bukan tanggal 26 Mei. Sebab, bagaimana mungkin Anda mandi wajib tanggal 26 Mei, jika keesokan harinya (tanggal 27 Mei) Anda masih haid? Bukankah andaikata Anda mandi wajib tanggal 26 Mei, artinya adalah, Anda mandi wajib sedangkan darah haidnya sendiri masih mengalir? Ataukah, Anda mengira darah telah berhenti tanggal 26 Mei lalu Anda mandi wajib, setelah itu keesokan harinya (27 Mei) darah keluar lagi lalu berhenti?

Bagaimana Shalat Wanita yang Haid Tidak Teratur (Studi Kasus)
Ilustrasi darah, sumber unsplash

Hal ini tentu menimbulkan keraguan. Untuk mengakhiri keraguan Anda, tetapkanlah mana yang pasti. Berpeganglah pada apa yang sudah Anda yakini, bukan pada apa yang masih Anda ragui. Kaidah fiqih menyebutkan, “Al-yaqiinu laa yuzaalu bi asy-syakk.” (Sesuatu yang yakin (pasti), tidak dapat dihilangkan dengan sesuatu yang meragukan).(Lihat Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazha`ir fi Al-Furu’, hal. 37)

Penerapan kaidah fiqih itu sebagai berikut : mandi wajib pada tanggal 26 Mei, adalah sesuatu yang meragukan, sebab berdasarkan data, tanggal 26 Mei tersebut Anda masih haid. Sedang mandi wajib pada tanggal 27 Mei, adalah lebih meyakinkan, karena bertepatan dengan berakhirnya masa haid Anda. Karena itu, tetapkanlah bahwa Anda mandi wajib tanggal 27 Mei, bukan 26 Mei, dan jadikanlah tanggal 27 Mei itu sebagai patokan tanggal berhentinya haid Anda.

Kemudian, mengenai darah yang keluar tanggal 11 Juni, apakah itu darah haid ataukah darah istihadhah? Untuk menjawabnya, perlu dijelaskan dulu walau sekilas, bahwa darah wanita itu ada 3 (tiga) macam, yaitu : (1) darah haid, (2) darah nifas, dan (3) darah istihadhah. Darah haid adalah darah yang keluar dari farji wanita dalam keadaan sehat, di luar sebab melahirkan. Darah nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan. Sedang darah istihadhah, adalah darah yang keluar di luar masa haid dan masa nifas (Lihat Taqiyuddin Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, I/74-75). Lalu, apakah darah yang keluar tanggal 11 Juni itu darah haid? Atau darah istihadhah? Perlu dihitung dulu, sebab dalam fiqih, ada yang disebut aqallu ath-thuhri bayna al-haidhatayn (jangka waktu minimal di antara dua haid). Taqiyuddin Al-Husaini mengatakan, jangka waktu minimal di antara dua haid, adalah lima belas hari (Kifayatul Akhyar, I/76). Contohnya, jika darah keluar lagi setelah lima hari dari hari berhentinya haid, maka berarti itu darah istihadhah, bukan darah haid. Sebab waktu suci yang ada di antara dua haid, yaitu lima hari, masih di bawah batas minimal 15 hari (sebagai masa suci minimal, di antara dua haid). Kalau misalkan, darah keluar lagi setelah dua puluh hari dari hari selesainya haid, berarti itu darah haid, bukan darah istihadhah. Sebab waktu suci di antara dua haid itu (20 hari itu), sudah melampaui batas minimal 15 hari (sebagai batas masa suci paling minimal di antara dua haid). Ini hanya contoh.

Sekarang kita lihat kasus Anda. Dalam hal ini, Anda mengakhiri haid tanggal 27 Mei 2003. Lalu ada darah yang keluar pada tanggal 11 Juni 2003. Antara tanggal 27 Mei hingga 11 Juni 2003, lamanya adalah 14 (empat belas) hari. Jadi, masih di bawah batas minimal 15 hari sebagai masa suci paling sedikit di antara dua haid. Berarti, darah tanggal 11 Juni 2003 itu, adalah darah di luar masa haid. Atau belum dihitung darah haid. (Beda kalau andaikan darahnya keluar tanggal 12 Juni, maka ia dapat dianggap darah haid, karena sudah melampaui batas minimal 15 hari. Juga beda andaikata haid berhenti 26 Mei 2003, maka darah 11 Juni 2003 adalah darah haid, karena sudah melampaui batas minimal 15 hari).

Kesimpulannya, darah 11 Juni 2003 tersebut, adalah darah istihadhah, bukan darah haid. Karena itu, pada tanggal tersebut shalat tetap wajib, sebab seorang wanita mustahadhah (yang mengeluarkan darah istihadhah) hukumnya sama dengan wanita yang suci (yang tidak haid dan tidak nifas). Wanita mustahadhah tetap wajib melakukan shalat dan puasa, dan juga boleh digauli suaminya. Hal ini berdasarkan dalil dari berbagai hadits Nabi SAW (Ash-Shan’ani, Subulus Salam, I/100-101). Maka, jika tanggal 11 Juni 2003 itu Anda tidak shalat, padahal seharusnya shalat, Anda wajib mengqadha` semua shalat yang Anda tinggalkan pada hari itu. Sebab mengqadha` shalat wajib yang terlewat (tak dikerjakan) adalah wajib, sama saja apakah seseorang meninggalkannya karena ada udzur syar’i (alasan yang dibenarkan syara’) –misalnya karena tertidur, lupa, atau tidak memahami hukumnya jika orang yang semisal dia juga tidak memahaminya— ataukah meninggalkannya tanpa udzur syar’i, misalnya meninggalkan shalat secara sengaja (Ali Ar-Raghib, Ahkam Ash-Shalat, hal. 94-95).

Adapun darah tanggal 24 Juni (juga 25 Juni) 2003, adalah darah haid seperti biasa, sebab telah melampaui batas minimal jangka waktu di antara dua haid (15 hari). Antara tanggal 27 Mei hingga 24 Juni 2003, lamanya 27 hari. Dengan demikian, pada dua hari itu (24 dan 25 Juni) berlaku hukum-hukum untuk wanita haid, seperti tidak boleh melakukan shalat. Jika pada tanggal 24 dan 25 Juni itu Anda justru shalat (misalkan), maka sudahlah. Beristighfarlah kepada Allah Azza wa Jalla dan perbaikilah diri Anda di kemudian hari. Wallahu a’lam. []

Yogyakarta, 11 Agustus 2003

[Muhammad Shiddiq Al-Jawi]
(HP : 081328744133, e-mail : [email protected])


Terimakasih sudah berkenan membaca hingga akhir artikel yang berjudul asli “Haid Tidak Teratur, Bagaimana Shalatnya?” Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. Artikel kami telah menambahkan gambar, link, dan perubahan pada judul artikel agar lebih menarik. Jika dirasa akan membantu saudara kita yang lain, silahkan share melalui sosial media artikel ini. Jazakumullah khair

Leave a Comment