Hukum-Hukum dalam Transaksi Jual Beli

Seperti kita ketahui, bahwa Islam memiliki aturan-aturan bagi setiap muslim dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Termasuk dalam persoalan ekonomi dan transaksi jual beli. Baik itu dalam jual beli barang maupun jasa.

Nah untuk lebih jelasnya, mari kita simak ulasan artikel berikut ini yang berjudul asli “Hukum-Hukum dalam Transaksi Jual Beli”. Tentunya dilengkapi dengan dalil Al Qur’an dan hadist.

Ilustrasi transaksi jual beli sayur, foto: unsplash.com
Ilustrasi transaksi jual beli sayur, foto: unsplash.com

Pertanyaan:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Kita mengetahui bahwa tidak boleh menjual emas dengan perak atau dari yang berbeda jenis kecuali dengan serah terima kontan dan tidak boleh diutang. Akan tetapi kadang kala kita membeli garam secara utang atau roti secara utang, apakah urusan ini haram atau bagaimana? Saya mohon penjelasan, dan semoga keberkahan tercurah kepada Anda.

Saudaramu Abu Ali Palestina

Jawab:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Rasul saw bersabda:

«اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ باِلْبُرِّ، وَالشَّعِيْرُ بِالشَعِيْرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَداً بِيَدٍ. فَإِذَا اِخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَداً بِيَدٍ»

Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, harus semisal, sama dan kontan. Jika berbeda jenis maka perjual-belikan sesuka kalian jika kontan. (HR al-Bukhari dan Muslim dari jalur Ubadah bin ash-Shamit ra)

Nas tersebut jelas, bila berbeda jenisnya, maka jual belinya sesuka kalian, artinya tidak disyaratkan harus semisal, akan tetapi yang disyaratkan adalah serah terima kontan. Lafazh al-ashnâf (jenis-jenis) dinyatakan secara umum mencakup semua jenis barang ribawi yakni enam jenis dan tidak dikecualikan darinya kecuali dengan nas. Karena tidak ada nas, maka hukum yang ada adalah bolehnya gandum dengan jewawut atau gandum dengan emas, atau jewawut dengan perak, atau kurma dengan garam, atau kurma dengan emas atau garam dengan perak … dst. Bagaimanapun bedanya nilai pertukaran dan harganya, harus secara kontan dan bukan secara utang (kredit). Apa yang berlaku atas emas dan perak, berlaku juga atas uang kertas dengan penghimpun berupa ‘illat (sifat moneter) yakni penggunaannya sebagai harga dan upah.

Ilustrasi jual beli buah, foto: unsplash.com
Ilustrasi jual beli buah, foto: unsplash.com

Terdapat pengecualian (atas kewajiban serah terima kontan dalam jual beli barang ribawi) pada kondisi rahn pada pembelian jenis-jenis barang ribawi “gandum, jewawut, garam, kurma” dengan uang. Yang demikian karena hadits Muslim dari Aisyah ra:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اشْتَرَى مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍ، وَرَهَنَهُ دِرْعًا لَهُ مِنْ حَدِيدٍ»

bahwa Rasulullah saw “membeli dari orang Yahudi makanan sampai tempo tertentu dan beliau mengagunkan baju besi milik beliau

Artinya, bahwa Rasul saw membeli makanan secara utang akan tetapi disertai agunan. Dan makanan mereka pada waktu itu adalah jenis-jenis barang ribawi tersebut. Seperti yang dinyatakan di dalam hadits:

«اَلطَّعَامُ بِالطَّعَامِ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَكَانَ طَعَامُنَا يَوْمَئِذٍ الشَّعِيْرُ»

Makanan dengan makanan harus semisal, dan makanan kami pada waktu itu adalah jewawut (HR Ahmad dan Muslim dari jalur Mu’ammar bin Abdullah)

Atas dasar itu, boleh menjual jenis-jenis barang ribawi yang empat secara utang (kredit), jika disertai agunan sesuatu yang diserahkan kepada penjual sampai ketika harganya dibayar.

Ilustrasi jual beii tunia, foto: screenshots
Ilustrasi jual beii tunia, foto: screenshots

Jika antara pemberi utang dan orang yang mengutang saling percaya satu sama lain, maka tidak perlu agunan. Dalilnya adalah firman Allah SWT:

وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya (TQS al-Baqarah [2]: 283)

Ayat yang mulia ini memberi pengertian bahwa agunan pada utang selama perjalanan tidak diperlukan, jika orang yang berutang dan yang memberi utang saling percaya satu sama lain. Dan juga diberlakukan terhadap agunan pada pembelian secara kredit atas jenis-jenis barang ribawi yang empat “gandum, jewawut, kurma dan garam”. Yakni sebagaimana yang Allah firmankan:

فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ

Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) (TQS al-Baqarah [2]: 283)

Dalalahnya jelas bahwa agunan pada kondisi ini bisa tidak diperlukan.

Atas dasar itu, maka boleh menjual jenis-jenis barang ribawi yang empat “gandum, jewawut, kurma dan garam” dengan uang secara kredit dengan disertai agunan untuk melunasi utang, atau tanpa agunan jika saling percaya satu sama lain. Karena ini memerlukan pembuktian dan kepercayaan, hendaknya kreditur dan debitur saling mengenal dengan baik dan percaya satu sama lain. Hal ini tidak selalu terealisir.

Ilustrasi aktivitas jual beli di pasar, foto: unsplash.com
Ilustrasi aktivitas jual beli di pasar, foto: unsplash.com

Agar seorang muslim tidak mendekati yang haram, maka yang lebih afdhal hendaknya jenis-jenis barang ribawi ini tidak dijual secara kredit, kecuali percaya dan yakin satu sama lain. Jika penjual dan pembeli yakin dengan hal itu, maka penjualan jenis-jenis ini secara kredit adalah boleh. Artinya garam yang Anda tanyakan tentang penjualannya secara kredit adalah boleh jika terealisir ayat yang mulia:

فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا

Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain (TQS al-Baqarah [2]: 283)

Perlu diketahui, telah dinyatakan di Syarh Shahîh al-Bukhârî karya Ibn Baththal pada bab Syirâ’ ath-tha’âm ilâ ajalin(jual beli makanan sampai tempo tertentu), “Tidak ada perbedaan pendapat di antara ahlu al-‘ilmi bahwa boleh menjual makanan dengan harga yang jelas sampai tempo yang jelas”.

Baca Juga: Hukum Jual-Beli Kredit dengan Harga yang Lebih Tinggi dari Harga Kontannya

Dinyatakan di buku al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah karya al-Jazairi tentang penjualan jenis-jenis barang ribawi, “Adapun jika yang bertransaksi, satu pihak berupa uang dan yang lain berupa makanan, maka boleh di dalamnya ada penundaan”.

Juga dinyatakan di al-Mughni oleh Ibn Qudamah dan ia membicarakan tentang pengharaman jual beli jenis-jenis yang empat satu dengan yang lain secara utang (kredit) … Ibn Qudamah berkata, “Berbeda jika dijual dengan dirham atau (mata uang) lainnya dengan barang yang ditimbang secara tempo (utang), maka kebutuhan menuntut yang demikian”.

Saudaramu

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

22 Syawal 1434 H

29 Agustus 2013 M


Terimakasih sudah membaca artikel yang berjudul “Hukum-Hukum dalam Transaksi Jual Beli”. Kami dari anaksholeh.net telah menambahkan gambar, link, featured image, perbaikan alenia, perbaikan pada judul dan pemberian pembuka serta penutup agar lebih menarik. Jika artikel ini dirasa bermanfaat, silahkan share melalui sosial media.

Catatan kaki:

Rangkaian Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau