Idul Qurban menjadi salah satu hari yang istimewa bagi lebih dari 200 juta kaum muslimin di Indonesia. Pada hari raya ini, kaum muslimin memperingati pengorbanan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya Nabi Ismail atas dasar keimanan mereka pada Allah SWT. Atas sebab itulah Allah memerintahkan Nabi Muhammad dan kaum muslimin untuk meneladani pengorbanan tersebut dengan menyembelih hewan qurban.
Namun tahukah Anda jika belakangan ini muncul fenomena baru yakni qurban iuran. Nah, bagaimana sebenarnya hukum qurban iuran dalam Islam? Mari simak bersama-sama penjelasan di bawah ini.
Tanya :
Ustadz, bolehkah qurban dengan cara iuran? Misalnya sebuah sekolah murid-muridnya iuran, lalu dibelikan kambing untuk qurban.
Jawab :
Qurban secara iuran (patungan) dalam istilah fiqih disebut dengan istilah “isytirak”, yaitu berserikatnya tujuh orang untuk mengumpulkan uang guna membeli sapi atau unta, lalu mereka menyembelihnya sebagai qurban dan masing-masing berhak atas sepertujuh dari qurban itu. (Hisamudin ‘Ifanah, Al Mufashshal fi Ahkam Al Udhhiyyah, hlm. 88).
Hukum qurban dengan cara iuran dapat dirinci sebagai berikut :
Pertama, iuran tujuh orang untuk berqurban seekor sapi atau unta hukumnya boleh dan sah. Inilah pendapat jumhur ulama Syafi’iyah, Hanafiyah, dan Hanabilah. Namun ulama Malikiyah tidak membolehkan dan tidak menganggap sah. (Imam Nawawi, Al Majmu’, 8/398; Ibnu Qudamah, Al Mughni, 4/438; Al Kasani, Bada`ius Shana`i’, 4/208; Bulghah As Salik, 1/287; Dikutip oleh Hisamudin ‘Ifanah, Al Mufashshal fi Ahkam Al Udhhiyyah, hlm. 89).
Baca Juga: Larangan Memotong Kuku & Rambut Bagi Yang Hendak Berkurban
Jumhur ulama berdalil dengan hadis Jabir RA :
نحرنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم عام الحديبية البدنة عن سبعة والبقرة عن سبعة
“Kami telah menyembelih qurban bersama Rasulullah SAW pada tahun Perjanjian Hudaibiyah, seekor unta (badanah) untuk tujuh orang, dan seekor sapi untuk tujuh orang.” (HR Muslim).
Juga berdasarkan hadis Hudzaifah RA, dia berkata :
شَرَّكَ رسول الله صلى الله عليه وسلم في حجته بين المسلمين في البقرة عن سبعة
”Rasulullah SAW membolehkan berserikat seekor sapi untuk tujuh orang ketika beliau naik haji di antara kaum muslimin.” (HR Ahmad. Al Haitsami berkata dalam Majma’ Az Zawaid,’Perawi hadits ini orang-orang terpercaya’).
Dalil-dalil ini dengan jelas menunjukkan bolehnya berqurban dengan iuran, yakni tujuh orang iuran untuk satu unta atau satu sapi. (Nada Abu Ahmad, Al Jami’ li Ahkam Al Udhhiyah, hlm. 12; Abu Abdurrahman Muhammad Al ‘Alaawi, Fiqh Al Udhhiyyah, hlm. 85).
Adapun ulama Malikiyah berdalil dengan hadis dari Ibnu Syihab Az Zuhri :
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يذبح عن أهل بيته إلا بقرة واحدة
“Bahwa Rasulullah SAW tidak menyembelih kurban untuk anggota keluarganya, kecuali satu ekor sapi saja.” (HR Malik).
Hadis ini menurut mereka menunjukkan tak boleh iuran untuk satu ekor sapi, sebab anggota keluarga beliau (para isteri) tidak iuran untuk sapi itu. Namun Ibnu Abdil Barr berkata dalam kitabnya Al Istidzkar (15/185-186), bahwa hadis tersebut tidak sahih dari segi periwayatan (laa yashihhu min jihah an naql).
Baca Juga: Sembelihan Ahmadiyah Haram Dimakan?
Dengan demikian, jelaslah pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat jumhur ulama yang membolehkan berqurban secara iuran, yakni iuran tujuh orang untuk berqurban seekor sapi atau unta. Sebab hadisnya sahih dan kandungannya telah diamalkan oleh para shahabat Nabi SAW dengan sepengetahuan Nabi SAW. (Hisamudin ‘Ifanah, Al Mufashshal fi Ahkam Al Udhhiyyah, hlm. 90).
Kedua, iuran sejumlah orang untuk berkurban seekor kambing. Hukumnya tidak boleh dan tidak sah, karena tidak dalilnya baik dari Al Qur`an maupun As Sunnah. Imam Nawawi menegaskan bahwa qurban seekor kambing hanya sah dari satu orang saja, yakni tidak sah dari iuran sejumlah orang. (Al Majmu’, 8/399; Shahih Muslim bi Syarah An Nawawi, 13/109). Penjelasan serupa juga dikemukakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin,”Berqurban seekor kambing yang dibeli secara bersama oleh dua orang atau lebih tidak sah. Sebab tidak ada dalilnya dari Al Qur`an dan As Sunnah.” (Muhammad bin Shalih Utsaimin, Ahkamul Udhhiyah wa Al Dzakah, hlm. 9).
Dengan demikian, jelaslah bahwa berqurban secara iuran yang dilakukan di sekolah-sekolah dari iuran para murid, tidak sah menurut syara’. Maka sembelihan yang ada tidak bernilai ibadah qurban, melainkan sembelihan biasa. Seharusnya sekolah mengubah cara qurbannya agar sesuai syara’, misalnya dengan menghimbau orang tua murid yang mampu untuk berqurban kambing di sekolah tersebut, sehingga satu ekor kambing merupakan kurban dari satu orang, bukan qurban dari iuran sejumlah orang. Wallahu a’lam.
Yogyakarta, 29 Oktober 2011
Muhammad Shiddiq Al Jawi
Terimakasih sudah membaca artikel yang berjudul “Hukum Qurban dengan Cara Iuran Menurut Islam”. Kami dari anaksholeh.net telah menambahkan gambar, link, featured image, perbaikan pada judul, perbaikan alenia dan pemberian pembuka serta penutup agar lebih menarik. Jika artikel ini dirasa bermanfaat, silahkan share melalui sosial media. Jazakumullah khair.