Jilbab dan Irkha’nya dan Bagaimana Itu Membedakan Wanita Merdeka dan Hamba Sahaya

Soal:

Syaikhuna al-jalil Atha’ Abu ar-Rasytah hafizhahullâh, Assalâmu ‘alaikum wa rahmatullâh wa barakâtuhu.

Dinyatakan di buku an-Nizhâm al-Ijtimâ’iy halaman 49 sebagai berikut: “dan dalam hal jilbab itu disyaratkan, jilbab itu diulurkan ke bawah sampai menutupi kedua kaki. Sebab Allah SWT berfirman:

﴿يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ﴾

“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. (TQS al-Ahzab 33: 59).

Yakni hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka sebab kata min di sini bukanlah li at-tab’îdh (menyatakan sebagian) tetapi untuk li al-bayân (untuk penjelasan). Yakni hendaklah mereka mengulurkan baju kurung dan mantel ke bawah”, selesai kutipan dari buku tersebut.

Sesungguhnya ayat tersebut lengkapnya adalah sebagai berikut. Allah SWT berfirman:

﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً﴾ [الأحزاب: 59]

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikianitusupayamerekalebihmudahuntukdikenal, karenaitumerekatidak di ganggu. Dan Allah adalahMahaPengampunlagiMahaPenyayang(TQS al-Ahzab [33]: 59).

Jika ditafsirkan kata al-idnâ` dengan al-irkhâ` (mengulurkan ke bawah) seperti yang dijelaskan di atas, maka makna lengkapnya berbeda dengan mafhum yang saya pahami dalam firman Allah SWT:

ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ﴾ [الأحزاب: 59]

“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu”(TQS al-Ahzab [33]: 59).

Jadi makna itu tidak lurus di benak saya ketika diminta dari wanita untuk mengulurkan jilbab-jibab ke bawah. Sebab hal itu adalah jalan supaya mereka dikenal sehingga mereka tidak diganggu. Dan apa hubungan irkhâ` (mengulurkan) ke bawah dengan pengenalan mereka dan berikutnya keselamatan mereka dari gangguan. Dan makna-makna yang ada di kitab-kitab tafsir untuk kata al-idnâ` adalah berkaitan dengan menutup kepala, dan jadilah pernyataan ‘illat (ta’lîl) hukum:

ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ﴾ [الأحزاب: 59]

“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu” (TQS al-Ahzab [33]: 59).

Seperti yang dijelaskan di dalam sebab turunnya ayat tentang waita merdeka dan hamba sahaya, sehingga makna awal ayat selaras dengan akhirnya.

Berilah faedah kepada kami, semogga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Anda dan hilangkanlah dariku kerancuan ini. Wassalâmu ‘alaikum wa rahmatullâh wa barakâtuhu.

Jawab:

Wa’alaikumussalâm wa rahmatullâh wa barakâtuhu.

Pertanyaan Anda adalah tentang apa yang ada di an-Nizhâm al-Ijtimâ’iy tentang jilbab dan irkhâ` (penguluran)nya dan bagaimana itu membedakan wanita merdeka dari hamba sahaya… Sebelum saya jawab pertanyaan Anda di pertanyaan “jadi maknanya tidak lurus di benak saya”, sebelum itu saya ulangi apa yang ada di an-Nizhâm al-Ijtimâ’iyseputar topik tersebut halaman 68-70:

“Adapun ayat kedua yaitu firman Allah SWT:

﴿يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ﴾

“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. (TQS al-Ahzab 33: 59).

Maka ayat ini tidak menunjukkan atas penutupan wajah sama sekali baik secara manthuq maupun mafhum. Di dalamnya tidak ada lafazh apapun yang menunjukkan hal itu, dalam bentuk mufrad dan juga tidak ada eksistensiya di dalam kalimat, dengan asumsi keshahihan sebab nuzulnya itu. Ayat tersebut menyatakan:

﴿يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ﴾

“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. (TQS al-Ahzab 33: 59).

Maknanya, hendaklah mereka mengulurkan jilba-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Dan kata “min” di sini bukan li at-tab’îdh (untuk menyatakan sebagian) melainkan li al-bayân (untuk penjelasan), yakni hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Dan makna adnâ adalah arkhâh, dan adnâ ats-tsawba artinya arkhâhudan makna yudnîna adalah yurkhîna (mereka mengulurkan). Dan jilbab adalah al-milhafah (mantel) dan semua pakaian yang menutupi seperti kisâ` (jubah) dan lainnya, atau jilbab itu pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Al-Fayruz al-Abadi mengatakan di Qâmûs al-Muhîth: “jilbab adalah seperti sirdâb (terowongan) dan seperti sinmâr (lorong): al-qamîsh (baju gamis) dan pakaian yang luas untuk wanita di bawah mantel atau apa yang dengannya menutupi pakaiannya seperti mantel (al-milhafah)”. Al-Jawhari mengatakan di ash-Shihâh: “al-jilbâb adalah al-milhafah(mantel) dan dikatakan al-mulâah (baju kurung)”. Di dalam hadits dinyatakan: jilbab dalam makna al-mulâah (baju kurung) yang dikenakan oleh wanita di atas pakaian rumahannya. Dari Ummu Athiyah ra ia berkata:

«أمَرَنا رسولُ اللهِ r أن نُخْرِجَهُنَّ في الفِطْرِ والأضحى، العواتقَ والحُيَّضَ وذواتَ الخدورِ، فأما الحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصلاةَ ويشْهَدْنَ الخيرَ، ودعوةَ المسلمين. قلت: يا رسولَ اللهِ، إحدانا لا يكونُ لها جلبابٌ. قال: لِتُلبِسْها أختُها من جِلبابِها» أخرجه مسلم

“Rasulullah saw memerintahkan kami untuk mengeluarkan di dalam Idul Fithri dan Idul Adhha, wanita yang berhalangan, wanita-wanita yang haidh dan gadis-gadis yang dipingit. Adapun wanita haidh maka dia memisahkan diri dari shalat dan dia menyaksikan kebaikan dan seruan kepada kaum Muslim. Aku katakan: “ya Rasulullah, salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab”. Beliau bersabda: “hendaknya saudarinya meminjaminya jilbabnya” (HR Muslim).

Maknanya, dia tidak punya pakaian yang dia kenakan di atas pakaian (rumahan)nya untuk keluar di Idul Fithri atau Idul Adhha. Lalu Rasul memeritahkan agar saudarinya meminjaminya dari pakaiannya yang bisa dia kenakan di atas pakaian (rumahannya). Jadi makna ayart tersebut adalah: sesungguhnya Allah SWT meminta kepada Rasul saw agar mengatakan kepada isteri-isteri dan anak-anak perempuan beliau dan kepada wanita-wanita kaum mukmin untuk mengulurkan pakaian yang mereka kenakan di atas pakaian rumahan ke bawah. Dalilnya apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia berkata: jilbab adalah ar-ridâ` (pakaian/selimut) yang menutupi dari atas sampai ke bawah. Jadi ayat tersebut menunjukkan atas irkhâ` al-jilbâb (penguluran jilbab) –yatu pakaian yang luas- ke bawah, dan tidak menunjukkan atas selain yang demikian… Makna ini, penguluran pakaian ke bawah, dinyatakan di dalam hadits. Dari Ibnu Umar ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

«مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ فَكَيْفَ يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ قَالَ يُرْخِينَ شِبْرًا فَقَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ قَالَ فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لاَ يَزِدْنَ عَلَيْهِ» أخرجه الترمذي وقال هذا حديث حسن صحيح

“Siapa yang mengulurkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak memandangnya pada Hari Kiamat kelak”. Maka Ummu Salamah berkata: “lalu bagaimana wanita memperlakukan ujung pakaian mereka?” Rasul saw bersabda: “yurkhîna (hendaklah mereka mengulurkannya) sejengkal”. Ummu Salamah berkata: “kalau begitu kedua kaki mereka tersingkap (terlihat)”. Rasul saw bersabda: “maka hendaknya mereka mengulurkannya sehasta, jangan mereka tambah atasnya”. (HR at-Tirmidzi dan ia berkata: ini hadits hasan shahih).”

Selesai. Jadi jilbab adalah pakaian yang luas (menutupi) dari atas ke bawah. Dan bahwa idnâ`-nya adalah irkhâ`(penguluran)nya ke bawah.

Kedua: adapun sebab turun ayat tersebut, maka itu untuk membedakan wanita merdeka dari hamba sahaya. Hamba sahaya tidak dwajibkan atas mereka jilbab. Dahulu sebagian orang munafik mengganggu hamba sahaya dengan ucapan yang tidak baik. Sebagian orang munafik itu memandang bahwa hukuman atas mencumburayu hamba sahaya itu adalah ringan, tidak seperti wanita merdeka. Maka ketika di dengar darinya hal itu diarahkan kepada wanita merdeka dan diadukan ke peradilan, orang munafik itu mengatakan “saya kira dia hamba sahaya” sehingga diringankan hukuman darinya… Maka diturunkanlah ayat yang mulia tersebut memotong alasan itu. Maka diwajibkan terhadap wanita-wanita mukmin merdeka agar membedakan diri dari hamba sahaya dengan mengenakan jilbab lalu dia ulurkan ke bawah ke kedua kaki dan berikutnya mereka (orang munafik) tidak bisa mengatakan “kami kira dia hamba sahaya” sehingga tidak diringankan hukuman dari mereka karena tidak ada lagi alasan bagi mereka… Ibnu Sa’ad mengeluarkan di ath-Thabaqat dari Abu Malik, dia berkata: dahulu isteri-isteri Nabi saw keluar di malam hari untuk hajat mereka, dan orang dari kalangan munafik mengganggu isteri-isteri Nabi. Lalu dikatakan hal itu kepada orang-orang munafik, mereka berkata “tidak lain kami melakukannya dengan hamba sahaya” maka diturunkanlah ayat ini:

﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً﴾ [الأحزاب: 59]

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikianitusupayamerekalebihmudahuntukdikenal, karenaitumerekatidak di ganggu. Dan Allah adalahMahaPengampunlagiMahaPenyayang(TQS al-Ahzab [33]: 59).

Atas dasar itu, lalu di mana kebingungan dalam hal tidak diketahuinya dilâlah (konotasi) irkhâ` (penguluran) pakaian ke bawah untuk membedakan wanita merdeka dari hamba sahaya? Anda mengatakan: “Jika ditafsirkan kata al-idnâ`dengan al-irkhâ` (mengulurkan ke bawah) seperti yang dijelaskan di atas, maka makna lengkapnya berbeda dengan mafhum yang saya pahami dalam firman Allah SWT:

﴿ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ﴾ [الأحزاب: 59]

“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu” (TQS al-Ahzab [33]: 59).

Jadi makna itu tidak lurus di benak saya ketika diminta dari wanita untuk mengulurkan jilbab-jibab ke bawah. Sebab hal itu adalah jalan supaya mereka dikenal sehingga mereka tidak diganggu. Dan apa hubungan irkhâ` (mengulurkan) ke bawah dengan pengenalan mereka dan berikutnya keselamatan mereka dari gangguan. Dan makna-makna yang ada di kitab-kitab tafsir untuk kata al-idnâ` adalah berkaitan dengan menutup kepala …”. Lalu bagaimana makna tersebut tidak menjadi mafhum pada diri Anda? Pakaian ini dan irkhâ’ (penguluran) ini untuk membedakan wanita merdeka dari hamba sahaya sehigga orang munafik tidak bisa mengganggu wanita merdeka dan tidak dihukum dengan hukuman yang selayaknya dengan mengatakan “saya kira dia hamba sahaya”. Sebab pakaian wanita merdeka adalah jilbab yang diulurkan ke bawah itu membedakannya dari hamba sahaya. Hamba sahaya perempuan tidak diwajibkan atasnya jilbab sehingga dia tidak menutupi tubuhnya seluruhnya sampai kedua kaki… Jadi jilbab yang diulurkan ke bawah itu bagi wanita merdeka membedakannya dari hamba sahaya. Dan itu ada dalam makna ayat:

﴿ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ﴾ [الأحزاب: 59]

“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu” (TQS al-Ahzab [33]: 59).

Atas dasar itu, maka ayat tersebut adalah mengenali wanita merdeka dari hamba sahaya. Penguluran jilbab adalah untuk pengenalan ini.

﴿ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ﴾ [الأحزاب: 59]

“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu” (TQS al-Ahzab [33]: 59).

Yakni bukan untuk mengenali bahwa dia si Fulanah. Di dalam Tafsîr al-Qurthubî (XIV/244) dinyatakan: “firman Allah SWT:

﴿ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ﴾ [الأحزاب: 59]

“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu” (TQS al-Ahzab [33]: 59).

أَيِ الْحَرَائِرُ، حَتَّى لَا يَخْتَلِطْنَ بِالْإِمَاءِ… فَتَنْقَطِعُ الْأَطْمَاعُ عَنْهُنَّ. وَلَيْسَ الْمَعْنَى أَنْ تُعْرَفَ
الْمَرْأَةُ حَتَّى تُعْلَمَ مَنْ هِيَ

Yakni wanita-wanita merdeka sehigga tidak bercampur baur dengan hamba sahaya… sehingga terputuslah ketamakan dari mereka. Dan maknanya bukan agar wanita itu dikenali sehingga diketahui siapa dia”.

Saya harap ini telah mencukupi agar maknanya menjadi lurus dalam benak Anda dan sehingga hilanglah apa yang Anda sebutkan di pertanyaan: “jadi makna tersebut tidak lurus dalam benak saya”.

Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

7 Muharram 1440 H

17 September 2018 M