Komisi dalam Transaksi Model MLM, Bolehkah dalam Islam?

Multi Level Marketing atau MLM merupakan salah satu strategi pemasaran di mana tenaga penjual (sales) tidak hanya mendapatkan kompensasi atas penjualan yang mereka hasilkan, tetapi juga atas hasil penjualan sales lain yang mereka rekrut. Sistem yang satu ini telah banyak dijalankan oleh beberapa perusahaan di Indonesia. Bahkan member (mitra) yang ikut serta di dalamnya telah mencapai ratusan ataupun ribuan orang.

Apakah dalam Islam, sistem yang demikian itu dibolehkan? Jika tidak, bagaimana hukumnya ikut serta di dalamnya? Lebih lengkapnya, mari kita simak ulasan berikut ini!


Soal:

Sebuah perusahaan perdagangan produk kesehatan melakukan muamalah dengan pelanggannya sebagai berikut: Jika pelanggannya membeli produk kesehatan darinya maka pelanggan itu memiliki hak untuk mendapatkan komisi dari dua orang pembeli yang dia ajak kepada perusahaan. Berikutnya, kedua orang yang diajak itu—dengan sekadar membeli produk kesehatan dari perusahaan—masing-masing juga memiliki hak untuk mengajak dua orang lagi dan berhak mendapatkan komisi dari dua orang yang diajak. Karena digabungkan kepada hak pembeli pertama maka dia pun mendapatkan komisi jaringan dari empat orang yang diajak oleh dua orang; yang keduanya itu  diajak oleh pembeli pertama. Demikian seterusnya. Apakah hal itu dibolehkan?

Jawab:    

Sesungguhnya akad-akad dalam Islam itu jelas dan mudah, tidak samar. Secara keseluruhan, muamalah itu harus diketahui sisi fakta dan aspek perjanjiannya, lalu dipelajari dan dikaji nash-nash yang berkaitan dengannya, dan kemudian digali hukumnya dengan ijtihad yang sahih.

Ilustrasi Multi Level Marketing, foto: mo5talfoon.com

Dengan mengkaji fakta yang diajukan dan nash-nash yang berkaitan, jelaslah: Pertama, pembelian Anda terhadap produk kesehatan dari perusahaan itu tidak masalah. Hal itu termasuk dalam cakupan jual beli. Allah Swt. berfirman:

وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (QS al-Baqarah [2]: 275).

Oleh karena itu, aktivitas tersebut sah. Demikian pula ketika Anda mendapatkan sejumlah uang atau bonus dari perusahaan karena mengajak dua orang untuk membeli produk kesehatan itu. Hal itu termasuk dalam cakupan samsarah yang diperbolehkan berdasarkan taqrîr Rasulullah saw. atas samsarah (makelar) yang telah dikenal, yaitu suatu akad di antara dua pihak—dalam hal ini perusahaan di satu pihak dan dua orang pembeli yang diajak sebagai pihak lain. Yang di sini itu adalah pembeli pertama; imbalan upah dibayarkan kepada pembeli pertama (yang menjadi simsar atau makelar).

Masing-masing akad itu dibolehkan, yakni pembelian dari perusahaan dan aktivitas mengajak dua orang pelanggan bagi perusahaan untuk membeli produk darinya. Kemudian pembeli pertama (yang mengajak dua orang pembeli) itu mendapatkan sejumlah uang dari perusahaan sebagai komisi dari mengajak dua orang pelanggan itu (samsarah).

Namun demikian, semuanya harus memenuhi dua syarat berikut:

1.  Harga barang perusahaan itu tidak terkategori ghabn fâhisy, yakni tidak ada penambahan harga yang keterlaluan dari harga pasar. Misal, harganya tidak boleh seribu atau dua ribu, sementara harga di pasar hanya lima ratus saja. Dalam perdagangan ini telah terjadi ghabn fâhisy. Kendati demikian, pembeli bersedia membeli dengan harga berapa pun karena berharap akan memperoleh sejumlah uang dari hasil mengajak dua orang pembeli ke perusahaan. Begitu seterusnya. Atas dasar itu, ghabn fâhisy itu haram kecuali pembeli mengetahui harga pasar, pada saat yang sama pembeli sepakat utuk membelinya dengan harga mahal dari perusahaan. Berarti syarat ini telah terpenuhi. Sebab, pembeli mengetahui harga pasar, namun pada saat yag sama dia mau membeli dengan harga yang tinggi dari perusahan karena dia berharap akan mendapatkan uang setelah itu.

Ilustrasi sistem MLM, foto: technoloader.com

Baca Juga: Tinjauan Hukum Islam Ikut MLM (Disertai Fakta Umum MLM)

2.  Pembelian tidak boleh dijadikan sebagai syarat bagi samsarah, yakni tidak boleh ada dua akad yang satu sama lain menjadi syarat. Akad pembelian dan akad mengajak dua orang pelanggan untuk mendapatkan komisi itu telah menjadi persyaratan bagi satu sama lain sehingga seperti satu akad. Ini tidak sah karena termasuk dalamshafqatayn fî shafqah wâhidah (dua akad dalam satu akad). Rasulullah saw. telah melarang shafqatayn fî shafqah wâhidah. Seperti saya berkata kepada Anda, “Jika kamu menjual kepadaku maka aku akan menyewa darimu, “atau, “aku mengangkatmu menjadi makelar,” atau, “aku membeli darimu,” dst. Hal itu telah tampak terjadi dalam muamalah ini (sesuai dengan pertanyaan). Jual-beli dan samsarah itu dalam satu akad, yakni Anda membeli dari perusahaan dan mengajak orang kepadanya.

Apabila pembelian itu terbebas dari dua hal tersebut—yakni: (1) jika pembeliannya tidak ghabn fâhisy atau terjadi ghabn fâhisy namun dengan sepengetahuan pembeli terhadap harga pasar dan dia ridha dengannya; (2) jika samsarah tidak disyaratkan harus membeli, yakni jual-beli itu terpisah dengan samsarah—dalam konteks samsarah, jika pembeli itu dapat mengajak para pelanggan dan perusahaan sepakat memberikan komisi maka perusahaan itu harus memberikannya. Jika pembeli itu tidak bisa mengajak orang atau perusahaan tidak sepakat untuk memberikan komisi maka perusahaan itu tidak harus memberikannya. Dengan kata lain, terjadi pemisahan total antara pembelian dan samsarah. Jika muamalahnya demikian maka dua perkara itu dibolehkan, yakni: pembelian pertama dan pengambilan komisi sebagai samsarah dari mengajak dua pelanggan yang dilakukan oleh pembeli pertama.

Kedua: Sesuai dengan pertanyaan: Dua orang yang diajak oleh pembeli pertama itu mengajak empat orang lagi (masing-masing orang mengajak dua orang pelanggan). Kemudian pembeli pertama itu pun mendapatkan komisi dari para pelanggan yang diajak oleh dua orang pelanggan yang diajaknya. Ini tidak sah. Sebab, samsarah itu berada di antara penjual dan orang-orang yang diajaknya sebagai pelanggan. Ini berarti, ujrah(upah) samsarah itu berasal dari pelanggan-pelanggan yang diajaknya, dan bukan dari orang-orang yang diajak oleh orang lain.

Ilustrasi mitra MLM, foto: funzen.net

Namun demikian, boleh saja bagi pelanggan memberikan hibah (pemberian) kepada pembeli pertama dari para pelanggan yang diajak oleh orang lain. Hanya saja, itu tidak boleh dalam bentuk yang mengikat (laysa ‘alâ sabîl al-ilzâm).

Baca Juga: Hukum Money Games

Kesimpulan

1.  Pembelian produk kesehatan dari perusahaan itu sah jika tidak menjadi syarat bagi akad lainnya; juga tidak terjadi ghabn fâhisy atau pembeli ridha dengan adanya  ghabn fâhisy itu, yakni pembeli mengetahui harga pasar, lalu dia sepakat dan ridha dengan harga itu.

2.  Boleh bagi pembeli pertama untuk mendapatkan komisi dari perusahaan dari setiap pelanggan yang diajaknya ke perusahaan itu (dua orang yang diajak pertama kali). Namun, tidak wajib baginya mendapatkan komisi dari pelanggan-pelanggan yang diajak oleh selainnya kecuali dengan jalan hibah; yakni bukan akad yang mengikad (laysa ‘aqd[an] mulzim[an]). Itu berlaku untuk semua pembeli, baik pembeli pertama maupun pembeli-pembeli lain yang diajaknya.

Wallâhu Rabb al-Musta‘ân, wa ilayhi at-tâkilan.


Terimakasih sudah membaca artikel yang berjudul “Komisi dalam Transaksi Model MLM, Bolehkah dalam Islam?”. Kami dari anaksholeh.net telah menambahkan gambar, link, featured image, perbaikan pada judul, perbaikan alenia dan pemberian pembuka serta penutup agar lebih menarik. Jika artikel ini dirasa bermanfaat, silahkan share melalui sosial media. Jazakumullah khair.

Catatan kaki:

Sumber : http://hizbut-tahrir.or.id/2008/02/05/komisi-dalam-transaksi-model-mlm/

Leave a Comment