Artikel Penjelasan Mengenai Keadilan Hukum Islam

Islam adalah agama yang sempurna. Kesempuranaan agama Islam dibuktikan dengan adanya aturan dalam seluruh aspek kehidupan termasuk juga soal sangsi. Hal yang perlu diperhatikan saat bicara soal sistem sangsi adalah soal keadilannya. Apakah sistem peradilan Islam mampu adil? Kita simak tulisan artkel berikut ini.


Soal:

Ustadz, saya merasa kerepotan mendapat pertanyaan dari kawan mengenai keadilan hukum Islam. Demi Allah, saya yakin seyakin-yakinnya bahwa tidak mungkin hukum Islam itu tidak adil, cuma saya tidak bisa menjelaskannya kepada kawan saya tersebut. Pertanyaannya:

1. Jika seseorang lelaki hidung belang (baik masih lajang ataupun sudah menikah) melakukan perzinahan dan menghamili seorang gadis perawan, maka si gadis tersebut tidak bisa mengelak dari hukum Islam karena kehamilan dia sebagai bukti kuat perzinahan dan pasti akan dihukum. Sedangkan si lelaki selama tidak mengaku atau tidak ada 4 orang lelaki (soleh) saksi mata yang menyaksikan secara bersamaan si lelaki “memasukkan keris ke dalam sarung” (definisi zinah dalam Islam) maka si lelaki tidak akan bisa di sentuh oleh hukum rajam atau apapun namanya. Benarkah Demikian?

2. Dalam ajaran Islam dikenal dengan pembalasan yang memberikan keadilan atau Qishaash, mata ganti mata, gigi ganti gigi, dan nyawa ganti nyawa.

Quran 2:178 Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.

Dalam ayat tersebut di atas menjadi jelas bahwa bila:

a. Seorang merdeka membunuh seorang merdeka, maka si pembunuh boleh di bunuh oleh keluarga terbunuh (sama-sama orang merdeka).
b. Seorang budak membunuh seorang budak, maka si pembunuh boleh di bunuh oleh keluarga terbunuh (sama-sama budak).
c. Seorang wanita membunuh seorang wanita, maka si pembunuh boleh di bunuh oleh keluarga terbunuh (sama-sama wanita).

Ilustrasi keadilan dalam hukum Islam, sumber usplash @andrewnworley
Ilustrasi keadilan dalam hukum Islam, sumber usplash @andrewnworley

Bagaimana dengan kasus berikut ini bila:

  1. Seorang merdeka membunuh seorang budak? Apakah si pembunuh (orang merdeka) atau budaknya yang boleh di bunuh oleh keluarga terbunuh?
  2. Seorang pria membunuh seorang wanita? Apakah si pembunuh (pria) atau anggota keluarganya yang wanita yang boleh di bunuh oleh keluarga terbunuh?
  3. Sepasang suami isteri (pria dan wanita), membunuh seorang budak? Apakah si pria, wanita, atau budak mereka yang boleh di bunuh? Atau ketiga-tiganya?
  4. Satu RT mengeroyok dan membunuh seseorang? Apakah satu RT boleh di bunuh? Atau cuman Ketua RT-nya?
  5. Seorang Muslim membunuh seorang Non-Muslim atau sebaliknya? Apakah hukum ini juga berlaku?
  6. Kalo seorang majikan dengan sengaja menyebabkan seorang budak yang sedang hamil keguguran sehingga janinnya mati, hukumnya bagiamana?

Di manakah letak keadilannya? Terima kasih Atas Jawabannya

Jawab:

1. Benar, kehamilan adalah salah satu bukti (bayyinat) dalam kasus perzinaan, selain 4 saksi, dan pengakuan (iqrar). Akan tetapi, wanita yang kedapatan hamil –belum menikah, atau telah melahirkan kurang dari 6 bulan dari usia pernikahan–, maka tidak secara otomatis wanita tersebut telah terbukti berzina. Bisa saja ia diperkosa, kemasukan sperma waktu renang, atau sebab-sebab lain yang bukan zina. Atas dasar itu, kehamilan saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa wanita tersebut pelaku zina. Para ulama telah menyatakan bahwa kehamilan harus disertai dengan pengakuan, sehingga wanita hamil tersebut benar-benar terbukti berzina. Pada prinsipnya, pembuktian harus didasarkan pada sesuatu yang menyakinkan, dan tidak mengandung syubhat. Sebab, Rasulullah Saw telah bersabda, “Tidak ada had dalam kesamaran (syubhat)“. Bila dirinya mengaku telah berzina dengan seseorang, maka pengakuannya sudah cukup untuk menjatuhkan had zina kepadanya.

Benar, jika laki-laki tersebut menolak atau ingkar atas pengakuan wanita yang dizinahinya, maka ia tidak boleh dikenai sanksi atau had zina, selama wanita itu tidak bisa menghadirkan kesaksian dan tidak ada pengakuan dari pihak laki-laki. Ketetapan semacam ini tidak menunjukkan bahwa hukum Islam itu tidak adil. Sebab, bisa jadi laki-laki itu memang tidak berzina dengan perempuan tersebut. Ketetapan hukum semacam ini justru menunjukkan bahwa Islam benar-benar adil, dan menjaga martabat manusia. Sebab, wanita itu tidak bisa membuktikan tuduhannya. Hukum manapun pasti tidak mungkin akan menjatuhkan sebuah sanksi hukum tanpa ada bukti dan kesaksian yang cukup. Adapun, jika benar bahwa laki-laki itu berzina dengan wanita hamil tersebut, maka urusan ini bukanlah ranah atau wilayah yang menjadi prerogatif hukum manusia. Sebab, kita hanya menghukumi aspek-aspek yang tampak saja. Sedangkan masalah yang menyangkut bathin kita kembalikan kepada Allah SWT dan pelaku. Tidak ada satu orangpun yang bisa memastikan isi hati seseorang.

Peradilan dimanapun –termasuk barat– hanya mengurusi aspek-aspek yang tampak saja, berdasarkan materi-materi pembuktian yang bersifat inderawi, bukan khayali atau asumsi. Kesan bahwa hukum Islam tidak adil –dalam kasus yang anda utarakan ini– disebabkan anda memberi contoh yang menetapkan bahwa laki-laki itu memang berzina dengan perempuan tersebut. Lalu, dari mana anda tahu bahwa laki-laki dalam contoh itu pelaku zina juga? Tentu anda tidak mungkin menjawab dengan jawaban ini asumsi saja.

Hukum tidak boleh ditetapkan berdasarkan asumsi. Oleh karena itu, kesimpulan yang menyatakan bahwa mengapa wanitanya saja yang dihukum –karena hamil dan ada pengakuan– sedangkan prianya tidak, yang ada gunakan untuk menyatakan ketidakadilan hukum Islam adalah tidak tepat. Sebab, asumsi awalnya sudah salah –laki-laki itu pasti berzina. Kesimpulan ini disebabkan anda telah masuk dalam wilayah bathin laki-laki tersebut. Coba kalau anda disodori kasus yang real, pasti anda tidak akan berkesimpulan bahwa hukum Islam itu tidak adil.

2. a. Saya berpegang pada sebuah pendapat bahwa orang merdeka tetap harus dibunuh karena membunuh budak. [diskusi detailnya anda bisa lihat di dalam Nidzam al-‘Uqubat fi al-Islaam karya Syaikh Dr. Abdurrahman al-Malikiy]. Jadi orang merdeka boleh dibunuh jika ia membunuh budak orang lain atau budaknya sendiri.

b. Jelas (lihat penjelasan nomor 2].

c. Jelas.

e. Bisa dihukum bunuh seluruhnya, tergantung keterlibatan mereka. Pada prinsipnya sekelompok orang bisa dibunuh karena bersekongkol membunuh orang lain.

f. Kafir dzimmiy yang dibunuh oleh seorang muslim juga berhak menuntut qishash. Jadi seorang muslim bisa dibunuh karena membunuh kafir dzimmiy, musta’min, ataupun kafir mu’ahid. Sedangkan seorang muslim yang membunuh kafir harbiy, maka ia tidak dikenai hukum qishash, sebab kondisinya dalam keadaan perang.

g. Pengguguran janin dikenai diyat (denda), besarnya ditetapkan oleh qadliy dengan memperhatikan diyat kasus pembunuhan tidak sengaja, atau sengaja.

Sebenarnya, masalah keadilan adalah jika hukum benar-benar bisa ditegakkan, dan hukum tersebut bisa melindungi korban dan pelaku. Sistem hukum barat, lebih condong membela pelaku daripada korban. Wallahu a’lam

[Tim Konsultan Ahli Hayatul Islam (TKAHI)]


Terimakasih sudah berkenan membaca hingga akhir artikel yang berjudul asli “Mengenai Keadilan Hukum Islam”. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. Artikel kami telah menambahkan gambar, link, serta perubahan pada judul artikel agar lebih menarik. Jika dirasa akan membantu saudara kita yang lain, silahkan share melalui sosial media artikel ini. Jazakumullah khair

Leave a Comment