Hukum Islam Mentraktir yang Menang dalam Sepak Bola, Haramkah?

Banyak kaum laki-laki yang suka dengan kegiatan olahraga sepak bola. Olahraga yang di lakukan oleh 2 tim. Saat bertanding sering di masyarakat ada yang menjanjikan akan mentraktir saat bermain sepak bola jika menang. Sebenarnya, seperti apa hukum mentraktir saat ada yang menang sepakbola dalam Islam. Simak artikel penjelasan di bawah ini hingga akhir.


Soal :

Ustadz, saya suka main bola, terus suka taruhan juga dengan teman-teman pemain lain. Yang kalah misalnya mentraktir yang menang. Bolehkah? Sudah termasuk judi? (Hamba Allah, Bogor)

Jawab :

Jika uang yang digunakan mentraktir hanya dari pihak yang kalah, sementara pihak yang menang tidak mengeluarkan uang sama sekali, maka aktivitas di atas secara syar’i dibolehkan dan tidak termasuk judi.

Sebab aktivitas di atas termasuk apa yang dalam fiqih disebut ji’alah, yaitu suatu janji memberikan kompensasi materi (harta) yang tertentu untuk suatu perbuatan (jasa) tertentu. (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, IV/783). Contoh ji’alah misalkan seseorang mengumumkan kepada publik,”Barangsiapa dapat mengembalikan ijazahku yang hilang, saya beri uang Rp 5 juta.”

Ji’alah sebagaimana boleh ditujukan kepada publik, juga boleh ditujukan untuk orang atau pihak tertentu (ibid., IV/785). Misalkan seorang bapak berkata kepada anaknya,”Jika kamu dapat menghapal 1 juz al-Qur`an, kamu saya beri Rp 1 juta.”

Nah, aktivitas yang ditanyakan di atas termasuk dalam ji’alah yang ditujukan kepada pihak tertentu ini. Jadi dalam aktivitas di atas seakan-akan satu pihak berkata kepada pihak lainnya,”Jika kesebelasan kamu dapat mengalahkan kesebelasanku, kesebelasanku akan mentraktir kesebelasanmu.”

Hukum Islam Mentraktir yang Menang dalam Sepak Bola, Haramkah?
Ilustrasi artikel, sumber unsplash

Namun menurut az-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu IV/787-788, ji’alah wajib memenuhi 3 (tiga) syarat. Pertama, pihak-pihak yang berji’alah wajib memiliki kecakapan bermu’amalah (ahliyyah al-tasharruf), yaitu berakal, baligh, dan rasyid (tidak sedang dalam perwalian). Jadi ji’alah tidak sah dilakukan oleh orang gila atau anak kecil. Kedua, kompensasi (materi) yang diberikan harus jelas diketahui jenis dan jumlahnya (ma’lum), di samping tentunya harus halal. Jadi tidak sah ji’alah yang tidak jelas misalnya, “Barangsiapa dapat mengembalikan ijazahku yang hilang, saya beri imbalan sepantasnya.” Juga tidak sah ji’alah dengan imbalan yang haram,”Barangsiapa dapat mengembalikan SIM-ku yang hilang, saya beri sepuluh botol minuman keras.” Ketiga, aktivitas yang akan diberi kompensasi wajib aktivitas yang mubah, bukan yang haram. Jadi tidak sah ji’alah dengan berkata,”Barangsiapa yang dapat menyantet si Fulan, akan saya kasih Rp 5 juta.”

Jika syarat-syarat ini kita terapkan pada aktivitas yang ditanyakan, maka ada hal yang masih perlu diperjelas, yaitu traktirnya traktir apa? Sesuai syarat kedua ji’alah, bentuk kompensasinya harus jelas. Maka harus diperjelas, apakah traktir makan bakso, atau nasi pecel, atau pizza, atau yang lainnya.

Dalam syarat ji’alah yang kedua di atas, dapat dipahami bahwa kompensasi materi hanya berasal dari satu pihak, bukan dari dua pihak. Atas dasar itulah itulah, di awal jawaban di atas, pengasuh menyebutkan syarat bahwa uang yang digunakan untuk mentraktir harus dari satu pihak (yang kalah), bukan dari dua pihak (yang kalah dan yang menang). Jika uang yang digunakan mentraktir berasal dari dua pihak, tidak dibolehkan, karena termasuk dalam judi yang diharamkan. []

Bogor, 6 April 2006

[Muhammad Shiddiq al-Jawi]


Terimakasih sudah menyimak artikel yang yang berjudul asli “Mentraktir yang Menang dalam Sepak Bola” sampai akhir. Kami dari anaksholeh.net menambahkan gambar, link, serta perubahan pada judul artikel agar lebih menarik. Jika dirasa bermanfaat untuk umat, silahkan share diberbagai platform sosial media yang ada. Jazakumullah khair

 

Leave a Comment