Suami Tak Menafkahi dan Sering Melontarkan Kata Cerai

Pertanyaan:

Saya memiliki seorang teman, dia ingin cerai dari suaminya yg sudah 2 tahun tidak menafkahinya lahir batin. Selama dalam rumah tangga sering dilontarkan kata-kata cerai. Pertanyaannya, bagaimana hukum pernikahannya sekarang?

(Ibu E di Yogyakarta)

——————————————————

Jawaban:

Ibu E yang dirahmati Allah,

Salah satu kewajiban suami terhadap istri adalah memberikan nafkah lahir batin. Jika suami tidak memberi nafkah istrinya padahal suami mampu dan si istri mengalami kesulitan memperoleh harta suaminya untuk keperluan nafkah dengan berbagai cara, maka istri berhak menuntut perceraian.

Sebab Rasulullah SAW bersabda, “Istrimu termasuk orang yang menjadi tanggunganmu. Ia mengatakan: “Berilah aku makan. Jika tidak, ceraikan aku!” (HR. Ad-Daruquthni dan Ahmad)

Meski keberadaan talak di tangan suami, tapi dalam kondisi tertentu seperti tidak dinafkahi terus menerus, maka istri berhak (dibolehkan syariat) untuk menceraikan dirinya dari suaminya.

Dalam sighat ta’liq buku nikah di negeri kita, disebutkan istri boleh mengajukan gugatan cerai, salah satunya jika tidak diberi nafkah wajib selama 3 bulan.

Selain wajib memberikan nafkah, Allah juga memerintahkan para suami untuk mempergauli istri secara ma’ruf/baik. Yaitu berlemah lembut dalam lisan, tidak bersikap kasar/keras, dan tidak menampakkan kecenderungan kepada wanita lain.

Allah SWT berfirman:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرً

“…Dan bergaulah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.S. An Nisa’ : 19)

Suami yang bila marah atau saat berselisih dengan istri sering melontarkan kata-kata cerai, tentu sangat menyakiti hati istri.

Padahal ucapan “cerai” mempunyai konsekuensi hukum tersendiri bagi kelangsungan pernikahan. Talak atau cerai adalah melepaskan ikatan pernikahan.

Jika kalimat cerai diucapkan secara dzohir/jelas, misal, “Aku ceraikan kamu.” Atau, “Kita cerai saja!” Dst., maka baik diucapkan dalam keadaan marah atau tidak, baik bermaksud betul-betul ingin bercerai atau hanya mengancam, maka saat itu sudah jatuh talak.

Adapun jika kalimat cerai diucapkan secara kinayah (kiasan) sehingga mengandung ketidakjelasan, misal “Bu, besuk kuantar pulang ke rumah bapakmu.” Atau, “Aku nggak mau lihat kamu lagi di rumah ini,” maka istri harus memperjelas kepada suami, makna dari ucapan tersebut dimaksudkan untuk talak atau tidak.

Penjatuhan talak sesuai syariah ada tiga kali talak, talak setelah talak (secara berurutan).

1. Jika suami mentalak istri satu kali (yang pertama), jatuhlah talak satu. Suami boleh merujuk istrinya selama masa iddahnya tanpa akad baru. Disebut talak raj’i.

2. Jika suami mentalak istri untuk yang kedua kalinya, jatuhlah talak kedua. Suami boleh merujuk istrinya selama masa iddahnya tanpa akad baru. Disebut talak raj’i.

Jika dalam talak 1 dan talak 2 di atas, masa ‘iddah istri telah usai, sementara suami tidak merujuknya, maka kedua talak tersebut menjadi talak ba’in sughra. Maka suami tidak boleh merujuk istrinya kecuali dengan akad nikah dan mahar baru.

3. Jika suami mentalak istrinya untuk yang ketiga kalinya, jatuhlah talak tiga. Dan menjadi talak ba’in kubra. Suami tidak boleh merujuk kembali mantan istrinya, kecuali setelah sang mantan istri dinikahi oleh pria lain dan telah berhubungan suami istri dengannya, lalu bercerai dengan pria lain ini dan telah berakhir masa Iddah pasca cerai ini.

Semoga dengan penjelasan saya, bisa membantu memastikan status pernikahan teman panjenengan nggih.

Wallaahu a’lam. (Ustadzah Puspita Satyawati)