Taubat Nashuha dari Dosa

Pertanyaan:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Semoga Allah menolong Anda dan memberikan taufik kepada Anda.

Aku ingin bertanya kepada Anda pertanyaan yang membuatku khawatir sekali: apakah orang yang bertaubat dari dosa, jika ia sudah bertaubat lalu mengulangi dosanya itu apakah dituliskan dosa lamanya kembali? Sebab dinyatakan tentang taubat nashuha adalah tidak mengulangi dosa selamanya, diambil dari firman Allah SWT:

تُوبُوا إلى اللّهِ تَوْبَةً نَصُوحا

Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nashuha

Ia berkata: taubat nashuha adalah seorang hamba bertaubat dari dosa kemudian ia tidak mengulangi dosa itu selamanya.

Bagian kedua dari pertanyaan:

Apakah orang yang kafir kemudian kembali kepada Islam maka semua kebaikannya hilang dan yang tersisa adalah keburukannya!! Sebab dinyatakan dari Rasulullah saw:

قال رجلٌ: لا يَغفِرُ اللهُ لِفلانٍ! فأوْحَى اللهُ إلى نبيٍّ من الأنْبياءِ: إنَّها خطِيئةٌ فلْيستقبِلِ العمَلَ

Seorang laki-laki berkata: Allah tidak mengampuni si Fulan! Lalu Allah mewahyukan kepada seorang Nabi diantara para nabi: sesungguhnya itu adalah kesalahan maka hendaknya dia menghadapi amal

Mereka berkata: makna yastaqbilu al-‘amal yakni bahwa amalnya pupus dan ia harus mengulanginya sebab dinyatakan bahwa:

إِذَا أَحْدَثَ أَحَدُكُمْ فِي صَلاَتِهِ فَلْيَسْتَقْبِلْ

Jika salah seorang dari kalian berhadats di dalam shalatnya maka hendaklah ia yastaqbil

Yakni mengganti shalatnya dan mengulanginya … Masalah ini sangat menakutkanku. Apakah jika aku bertaubat dari kekufuran yang dahulu aku lakukan, maka semua kebaikanku dihapus dan yang tersisa adalah semua keburukan yang aku lakukan pada umurku?! Dan aku ingat aku katakan kepada temanku ketika ia menyerang Hizbut Tahrir dan berlebihan dalam berucap aku katakan kepadanya, “Demi Allah engkau akan dimintai pertanggungjawaban pada Hari Kiamat atas ucapanmu ini.”

Semoga Allah menjaga dan memelihara Anda.

Jawab:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Taubat nashuha dari dosa adalah taubat yang dilakukan dengan benar pada empat perkara: mencampakkan dosa itu, menyesal telah melakukannya, bertekat tidak mengulanginya dan jika berkaitan dengan hak Adami, maka dikembalikan kepadanya hak itu atau berupaya mendapat pemaafan/kerelaannya, dan hendaknya dalam semua itu tulus kepada Allah SWT. Dan Allah Maha Mengetahui yang rahasia dan yang terang-terangan…

Allah SWT telah memerintahkan kaum mukmin dengan taubat nashuha agar Allah menghapus dari mereka keburukan mereka. Allah SWT berfirman:

﴿يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إلى اللَّهِ تَوبَةً نَصُوحَاً عَسَى رَبُّكُمْ أنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ﴾

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (TQS at-Tahrim [66]: 8)

Dan orang yang bertaubat dengan benar-benar dan ikhlas dengan syarat-syarat yang telah disebutkan itu, maka keburukannya ditutupi dengan izin Allah. Ibn Majah telah meriwayatkan dari Abu Ubaidah bin Abdullah dari bapaknya ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

«التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ، كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ»

Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak punya dosa

Adapun apa yang dinyatakan dari Rasulullah saw bahwa taubat nashuha adalah taubat yang seseorang tidak kembali kepada dosa itu selamanya, yakni bahwa jika dia kembali melakukan dosa itu maka tidak ada taubat untuknya, riwayat ini adalah dhaif:

Imam Ahmad meriwayatkan di Musnad-nya, ia berkata: al-Hajari telah memberitahuku dari Abu al-Ahwash dari Abdullah, ia berkata: “Rasulullah saw bersabda:

«التَّوْبَةُ مِنَ الذَّنْبِ: أَنْ يَتُوبَ مِنْهُ، ثُمَّ لَا يَعُودَ فِيهِ»

Taubat dari dosa: bertaubat darinya kemudian tidak kembali mengulanginya

Sanadnya yang marfu’ adalah dhaif, dan yang benar adalah mauquf. Karena itu, taubat nashuha adalah bertekat dengan benar dan ikhlas untuk tidak kembali mengulangi dosa itu selamanya, dan jika ia mengulangi, maka ia mengulangi taubat dengan bertekad benar meminta ampunan … dan dia tidak melanjutkan dosa dan tidak berkata “tidak ada taubat untukku”, akan tetapi ia bertaubat kembail dan meminta ampunan. Saya ulangi, harus dengan benar dan ikhlas. Dan Allah Maha Mengetahui yang tersembunyi dari mata dan apa yang disembunyikan oleh dada … Allah SWt berfirman:

﴿وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ﴾

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (TQS Ali ‘Imran [3]: 135)

Di dalam hadits hasan dinyatakan sifat istighfar yang diisyaratkan di dalam ayat tersebut. Imam Ahmad meriwayatkan, ia berkata: “Waki’ telah menceritakan hadits kepadaku, ia berkata: “Mis’ar dan Sufyan telah menceritakan hadits kepadaku … dari Ali ra. Ia berkata: “… Abu Bakar ra. menceritakan kepadaku, dan Abu Bakar benar, bahwa dia mendengar Nabi saw bersabda:

«مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ قَالَ مِسْعَرٌ وَيُصَلِّي وَقَالَ سُفْيَانُ: ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ فَيَسْتَغْفِرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا غَفَرَ لَهُ»

“Tidaklah seorang laki-laki melakukan suatu dosa lalu ia berwudhu dan memperbagus wudhunya”, Mis’ar berkata: “dan shalat” sementara Sufyan berkata: “kemudian shalat dua rakaat lalu memohon ampunan kepada Allah kecuali Allah ampuni dia”

At-Tirmidzi, Ibn Majah dan an-Nasai juga meriwayatkannya, dan dishahihkan oleh Ibn Hibban. Dan dalam riwayat at-Tirmidzi, Ibn Majah dan an-Nasai, beliau bersabda kemudian:

«إِلَّا غَفَرَ لَهُ» قال ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ ﴿وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ…﴾

 “Kecuali Allah mengampuninya.” Sufyan berkata: kemudian beliau membaca ayat: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri… (TQS Ali ‘Iman [3]: 135)”

Begitulah, siapa yang bertaubat dari dosa kemudian kembali mengulanginya maka ia harus bertaubat kembali dan memohon ampunan Allah SWT dengan benar dan ikhlas dan mengharap agar Allah menerima taubatnya. Jadi berulangnya dosa tidak menutup pintu taubat, dengan ketentuan taubat seperti yang telah kami sebutkan: dilakukan dengan benar dan ikhlas pada empat perkara: mencampakkan dosa, menyesal telah melakukannya, bertekad tidak akan mengulanginya dan jika berkaitan dengan hak Adami, maka hak itu dikembalikan kepada yang memiliki hak atau meminta permaafan atau kerelaannya, dan hendaknya semua itu dilakukan jujur kepada Allah, dan Allah Maha Mengetahui apa yang dirahasiakan dan apa yang dinyatakan …”

  1. Adapun apakah orang yang kafir dan masuk Islam, maka keburukannya terdahulu tetap dihitung? Dan apakah orang yang dahulu muslim kemudian kafir kemudian dia ingin kembali kepada Islam, apakah taubatnya diterima untuk kembali kepada Islam, ataukah taubatnya tidak diterima sehingga ia tidak bisa kembali kepada Islam? Jawabannya adalah sebagai berikut:
  2. Imam Ahmad meriwayatkan dalam sebuah hadits shahih dari Ibn Syimasah bahwa Amru bin al-‘Ash berkata: “ketika Allah SWT memasukkan Islam ke dalam hatiku”, Amru berkata: aku datang kepada Nabi saw agar menerima baiatku, lalu beliau menyulurkan tangan kepadaku, dan aku katakan, “Aku membaiat engkau ya Rasulullah sampai dosaku yang telah lalu diampuni”. Amru berkata: Rasulullah saw bersabda kepadaku:

«يَا عَمْرُو أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الْهِجْرَةَ تَجُبُّ مَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوبِ، يَا عَمْرُو أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الْإِسْلَامَ يَجُبُّ مَا كَانَ قَبْلَهُ مِنَ الذُّنُوبِ»

Wahai Amru tidak tahukah engkau bahwa hijrah itu menutupi dosa sebelumnya, wahai Amru tidak tahukah engkau bahwa Islam menutupi dosa-dosa sebelumnya

Al-Baihaqi meriwayatkan di dalam Sunan al-Kubra dari Habib bin Abiy Aws ia berkata: Amru bin al-‘Ash telah menceritakan kepadaku, lalu ia menyebutkan hadits tentang kisah keislamannya. Ia berkata: “kemudian aku datang dan aku katakan, “Wahai Rasululalh, aku membaiat engkau atas agar dosaku yang lalu diampuni”, dan aku tidak menyebutkan yang belakangan. Maka Rasulullah saw bersabda kepadaku:

«يَا عَمْرُو بَايِعْ فَإِنَّ الْإِسْلَامَ يَجُبُّ مَا كَانَ قَبْلَهُ وَإِنَّ الْهِجْرَةَ تَجُبُّ مَا كَانَ قَبْلَهَا»، فَبَايَعْتُهُ

Wahai Amru berbaiatlah, sesungguhnya Islam menutupi apa yang sebelumnya dan hijrah menutupi apa yang sebelumnya

Lalu aku membaiat beliau…

Amru bin al-‘Ash dahulu kafir lalu masuk Islam. Dan Rasul saw bersabda kepadanya: “Tidak tahukah engkau bahwa Islam menutupi dosa-dosa sebelumnya?” Yakni bahwa dosa-dosanya sebelum masuk Islam telah dihapus dengan izin Allah SWT. Kemudian orang yang dahulu kafir lalu masuk Islam kemudian kafir lagi dan kembali lagi kepada Islam maka Rasulullah saw menerima hal itu darinya:

Imam an-Nasai telah meriwayatkan di Sunan-nya dari Ibn Abbas, ia berkata: ada seorang laki-laki dari Anshar masuk Islam kemudian murtad dan kembali kepada syirik, kemudian dia menyesal dan mengirim surat kepada kaumnya, “tanyakan untukku kepada Rasululalh saw: apakah ada taubat untukku?” Lalu kaumnya datang kepada Rasululalh saw dan mereka berkata: “si Fulan telah menyesal dan ia menyuruh kami bertanya kepada engkau: “apakah ia punya taubat?” Maka turunlah ayat:

﴿كَيْفَ يَهْدِي اللَّهُ قَوْمًا كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ﴾ [آل عمران: 86]

“Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman” (TQS Ali ‘Imran [3]: 86)

Sampai firman Allah:

﴿فَإِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾ [آل عمران: 89]

“Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS Ali ‘Iman [3]: 89)

Lalu jawaban Rasul itu dikirimkan kepada orang itu dan dia pun masuk Islam kembali.

Al-Hakim meriwayatkan di Mustadrak-nya dari Ibn Abbas dengan lafazh:

كَانَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ أَسْلَمَ، ثُمَّ ارْتَدَّ فَلَحِقَ بِالْمُشْرِكِينَ، ثُمَّ نَدِمَ فَأَرْسَلَ إِلَى قَوْمِهِ أَنْ سَلُوا رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم هَلْ لِي مِنْ تَوْبَةٍ؟ قَالَ: فَنَزَلَتْ: ﴿كَيْفَ يَهْدِي اللَّهُ قَوْمًا كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ﴾ [آل عمران: 86] إِلَى قَوْلِهِ: ﴿إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا، فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾ [آل عمران: 89] قَالَ: «فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ قَوْمُهُ فَأَسْلَمَ»

“Seorang laki-laki dari Anshar masuk Islam, kemudian ia murtad dan bergabung kepada orang-orang musyrik, kemudian dia menyesal dan mengirim surat kepada kaumnya “tanyakan kepada Rasulullah saw apakah untukku ada taubat?” Ibn Abbas berkata: “maka turunlah ayat: ““Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman”(TQS Ali ‘Imran [3]: 86) sampai firmann-Nya: “kecuali orang-orang yang taubat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS Ali ‘Imran [3]: 89). Lalu dikirimkan surat kepadanya dan dia pun masuk Islam kembali.

Al-Hakim berkata: “Ini merupakan hadits shahih sanadnya tetapi al-Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya.”

  1. Sedangkan ayat:

﴿إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَنْ تُقْبَلَ تَوْبَتُهُمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الضَّالُّونَ﴾

“Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat.” (TQS Ali ‘Iman [3]: 90)

Dan firman Allah:

﴿إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ سَبِيلًا﴾

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. “ (TQS an-Nisa’ [4]: 137)

Ayat tersebut berbicara tentang orang yang kafir dan terus berlanjut di atas kekafirannya “tsumma [i]zdâdû kufran –kemudian bertambah kekafirannya-“, maka mereka tidak diterima taubatnya selama mereka tetap di atas keadaan mereka ini, yakni tetap berada di atas bertambahnya kekafirannya. Artinya, mereka kafir dan bersikeras di atas kekafirannya. Maka mereka tida diterima taubat mereka selama emreka terus di atas kekafiran. Syarat pertama taubat adalah mencampakkan dosa… Di dalam tafsir al-Qurthubi dinyatakan:… ayat (yang artinya) “Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat.” (TQS Ali ‘Iman [3]: 90) Quthrabun berkata: “ayat ini turun tentang kaum dari pnduduk Mekkah, mereka berkata: “kami menunggu-nunggu Muhammad mati, jika tampak untuk kami kesempatan kembali maka kami kembai ke kaum kami.” Maka Allah menurunkan ayat (artinya) “Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat.”(TQS Ali ‘Iman [3]: 90) Yakni taubat mereka tidak akan diterima dan mereka tetap di atas kakafiran. Maka itu disebut taubat yang tidak diterima, sebab tidak ada tekad yang benar dari kaum itu, sedangkan Allah SWT menerima taubat semuanya jika tekadnya benar.” Selesai.

Al-Qurthubi berkata tentang tafsir ayat (artinya) “Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. “ (TQS an-Nisa’ [4]: 137)

Makna “tsumma [i]zdâdû kufran –kemudian bertambah kekafirannya-“ adalah mereka bersikeras tetap di atas kekafiran.” Selesai.

  1. Adapun yang engkau sebutkan tentang sumpah bahwa Allah tidak mengampuni Fulan … maka masalahnya sebagai berikut:
  2. Imam Muslim meriwayatkan, ia berkata: “Suwaid bin Sa’id telah menceritakan hadits kepada kami, dari Mu’tamir bin Sulaiman dari bapaknya, telah menceritakan kepada kami Imran al-Jawni dari Jundub bahwa Rasulullah saw menceritakan:

«أَنَّ رَجُلًا قَالَ: وَاللهِ لَا يَغْفِرُ اللهُ لِفُلَانٍ، وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ: مَنْ ذَا الَّذِي يَتَأَلَّى عَلَيَّ أَنْ لَا أَغْفِرَ لِفُلَانٍ، فَإِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِفُلَانٍ، وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ» أَوْ كَمَا قَالَ

“Ada seorang laki-laki berkata: “demi Allah, Allah tidak mengampuni si Fulan.” Padahal Allah SWT berfirman (artinya) “siapa saja yang bersumpah atasku bahwa Aku tidak akan mengampuni si Fulan, maka Aku mengampuni si Fulan dan aku pupus amalmu.” Atau seperti yang beliau sabdakan.

Makna “yata`alla” yakni bersumpah. Al-Baihaqi meriwayatkannya dengan lafazh: “… Suwaid bin Sa’id telah menceritakan kepadaku, Mu’tamir telah menceritakan kepadaku dari bapaknya dari Abu Imran … Abu Salamah Yahya bin Khalaf al-Bahili telah menceritakan kepadaku, Mu’tamir bin Sulaiman telah menceritakan kepadaku, ia berkata: “aku mendengar bapaknya berkata: “Abu Imran telah menceritakan kepada kami dari Jundub bahwa Rasulullah saw menceritakan:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ: وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لِفُلَانٍ، قَالَ اللَّهُ: «مَنْ ذَا الَّذِي يَتَأَلَّى عَلَى أَنَّنِي لَا أَغْفِرُ لِفُلَانٍ، فَإِنِّي غَفَرْتُ لِفُلَانٍ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ» أَوْ كَمَا قَالَ

“Seorang laki-laki berkata: “Demi Allah, Allah tidak mengampuni si Fulan.” Allah SWT berfirman: “Siapa yang berani bersumpah atas namaKu bahwa Aku tidak mengampuni si Fulan, maka Aku mengampuni si Fulan dan aku pupus amalmu.” Atau seperti yang beliau sabdakan.

Selesai.

Ath-Thabarani telah meriwayatkan di Mu’jam al-Kabir dari Hamad bin Salamah, Abu ‘Imran telah menceritakan kepada kami, dari Jundub:

«أَنَّ رَجُلًا آلَى أَنْ لَا يَغْفِرَ اللهُ لِفُلَانٍ فَأَوْحَى الله عَزَّ وَجَلَّ إِلَى نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَوْ إِلَى نَبِيٍّ: أَنَّهَا بِمَنْزِلَةِ الْخَطِيئَةِ فَلْيَسْتَقْبِلِ الْعَمَلَ»

Seorang laki-laki bersumpah bahwa Allah tidak mengampuni si Fulan maka Allah mewahyukan kepada nabi-Nya saw atau kepada nabi bahwa sumpah seperti itu adalah kesalahan maka hendaknya dia menghadapi amal

Di dalam hadits-hadits ini seorang laki-laki telah bersumpah bahwa Allah tidak mengampuni si Fulan. Dan ini adalah tidak boleh. Bagaimana ia bersumpah bahwa Allah tidak mengampuni si Fulan, padahal tidak ada seorang pun di langit maupun di bumi yang mengetahui yang ghaib.

﴿قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ﴾

“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (TQS an-Naml [27]: 65)

Dan Allah SWT menghukumnya dengan memupuskan amalnya sebab ia bersumpah bahwa Allah tidak mengamuni … Dan ini khusus dengan kesalahan ini yakni bahwa orang yang bersumpah, sadar apa yang dia katakan, bahwa Allah tidak mengampuni si Fulan, maka hukuman ini belaku padanya. Sebab Allah SWT menyebutkan sebab pupusnya amal. Allah berfirman di dalam hadits tersebut:

«مَنْ ذَا الَّذِي يَتَأَلَّى عَلَيَّ أَنْ لَا أَغْفِرَ لِفُلَانٍ» وقال «مَنْ ذَا الَّذِي يَتَأَلَّى عَلَى أَنَّنِي لَا أَغْفِرُ لِفُلَانٍ»

“Siapa yang bersumpah atas namaKu bahwa Aku tidak mengampuni si Fulan”, dan Allah berfirman “siapa yang bersumpah bahwa Aku tidak mengampuni si Fulan”

Sedangkan ucapan Anda, dimana Anda katakan seperti yang ada di dalam pertanyaan Anda: “Demi Allah engkau akan dimintai pertanggungjawaban di Hari Kiamat atas ucapanmu ini.” Ini berbeda dengan itu dalam pandangan saya. Anda bersumpah bahwa Allah akan meminta pertanggungjawaban. Dan setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban pada Hari Kiamat, jika baik maka balasannya baik, dan jika buruk maka balasannya buruk juga:

Allah SWT berfirman:

﴿فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ * إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ * فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ * فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ * قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ * كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ * وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ * وَلَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيَهْ﴾

“Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat, (kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”. Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku” (TQS al-Haqah [69]: 19-26)

Allah SWT berfirman:

﴿وَقَالُوا رَبَّنَا عَجِّلْ لَنَا قِطَّنَا قَبْلَ يَوْمِ الْحِسَابِ﴾

“Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami cepatkanlah untuk kami azab yang diperuntukkan bagi kami sebelum hari berhisab”. (TQS Shad [38]: 16)

Dan Allah SWT berfirman:

﴿فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ * فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا * وَيَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُورًا * وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ * فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا * وَيَصْلَى سَعِيرًا﴾

“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”.” (TQS al-Insyiqaq [84]: 7-11)

Seperti Anda lihat, ayat-ayat ini menunjukkan bahwa manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan-perbuatan mereka. Maka jika Anda bersummpah bahwa seseorang akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatanyamaka yang saya rajihkan adalah bahwa pemupusan amal tidak berlaku atasnya. Hal itu sebab itu berbeda, dalam pandangan saya, dari sumpah orang itu bahwa Allah tidak mengampuni si Fulan. Sebab sumpahnya tidak benar. Dia tidak tahu bilakah Allah mengampuni si Fulan itu atau menghukumnya. Ini yang saya rajihkan dalam masalah ini. Wallâh a’lam wa ahkam.

Pada penutup, ikhlaskan amal karena Allah dan bertaubatlah secara benar dan mukhliskan untuk Allah SWT. Seraya bertekad untuk tidak kembali lagi selamanya kepada dosa yang dilakukan, menyesal atas dosa yang Anda lakukan, dan jika dalam tanggungan Anda ada hak seseorang maka bebaskan tanggungan Anda. Dan sebagaimana di dalam hadits Ali ra., dari Abu Bakar ash-Shiddiq ra. dari Rasulullah saw:

«مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ قَالَ مِسْعَرٌ وَيُصَلِّي وَقَالَ سُفْيَانُ: ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ فَيَسْتَغْفِرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا غَفَرَ لَهُ»

“Tidaklah seorang laki-laki melakukan suatu dosa lalu dia berwudhu dan membaguskan wudhu” Mis’ar berkata: “dan shalat”, Sufyan berkata: “kemudian shalat dua rakaat lalu memohon ampunan kepada Allah azza wa jalla, kecuali Allah ampuni untuknya”.

Saya memohon kepada Allah SWT agar mengampuni kami dan Anda dan menunjuki kita semua kepada perkara kita yang paling lurus dan Allah SWT menjadi penolong orang-orang saleh.

Saudaramu

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

5 Shafar 1435 H

8 Desember 2013 M

http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_31490

Rangkaian Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau

Jawaban Pertanyaan: Taubat Nashuha dari Dosa
Kepada Ahla Arch